Minggu, 23 Oktober 2011

Sama'-Nya Para Pemula (Murid)

Sama'-Nya Para Pemula (Murid)


Syekh Abu Nashr as-Sarraj - rahimahullah - berkata:



“Saya mendengar Abu Amr Abdul Wahid bin Ulwan di serambi rumah Malik bin Thauq yang bercerita: Ada seorang pemuda menemani al-Junaid — rahimahullah. Ketika pemuda itu mendengar suatu dzikir, maka ia menjerit. Kemudian suatu ketika al-Junaid berkata kepada pemuda itu, ‘Bila lain kali Anda melakukan hal itu lagi, maka Anda jangan bersahabat lagi denganku.’” Barangkali al-Junaid berbicara tentang suatu ilmu, lalu sikap pemuda itu berubah dan tidak mampu mengendalikan dirinya, sehingga dari setiap bulu yang ada di tubuhnya meneteskan keringat.



Kemudian pada saat yang lain Abu Amr menceritakan kepada saya: Bahwa suatu ketika pemuda itu menjerit, sehingga jiwanya hancur dan mati.
Saya melihat Abu al-Husain as-Sirwani, seorang sahabat al-Khawwash di Dimyath, mengisahkan dari al-Junaid yang mengatakan: “Saya pernah melihat seorang laki-laki melakukan sama’ sampai mati, dan juga pernah melihat seorang laki-laki yang mendengarkan dzikir sehingga mati, atau sebagaimana yang diceritakan.”
Saya mendengar ad-Duqqi berkata: Saya mendengar ad-Darraj berkata, ‘Suatu hari saya dan Ibnu al-Fuwatha sedang berjalan di tepi sungai Tigris antara Basrah dan Ublah, kemudian sampailah kami di suatu gedung yang memiliki pemandangan yang indah, ternyata ada seorang laki-laki yang di depannya ada seorang budak perempuan sedang mendendangkan syair:



Setiap hari terus saling berganti (talwin) selain ini yang ada pada Anda tentu Iebih baik



Dijalan Allah terdapat cinta yang kuberikan hanya pada-Mu




Ternyata di bawah pemandangan itu ada seorang pemuda yang di tangannya memegang tempat air minum dan mengenakan pakaian bertambal dengan mendengarkan lantunan syair perempuan tersebut. Kemudian ia berkata, “Wahai budak perempuan, demi Allah dan demi kehidupan tuanmu, bila kiranya kamu mengulangi bait syair itu.” Maka budak perempuan itu menghadap kepadanya dan melantunkan bait syair:



Setiap hari terus saling berganti (talwin) selain ini



yang ada pada Anda tentu lebih baik




Pemuda itu berkata, “Sungguh demi Allah, mengiringiku bersama al-Haq dalam kondisi spiritual.” Kemudian ia menjerit dan memuji, ternyata nyawanya telah melayang. Lalu mengatakan, “Kita sekarang harus melakukan suatu kewajiban untuknya.” Maka kami menghentikan acara. Kemudian pemilik istana berkata kepada budak perempuannya, “Engkau merdeka semata karena Allah.”
Kemudian penduduk Basrah menshalati jenazah pemuda itu dan setelah selesai acara pemakaman, pemilik istana berdiri dan mengatakan, “Tidakkah kalian tahu tentang saya? Saya adalah Fulan bin Fulan, saya minta kesaksian kalian, bahwa segala milik saya, saya serahkan untuk kepentingan agama Allah, semua budak saya menjadi merdeka dan istana ini untuk kepentingan agama Allah.”



Kemudian ia membuang pakaiannya dan menggantikannya dengan sarung dan berselendang dengan selendang lain. Lalu di hadapan orang banyak ia pergi meninggalkan mereka, sementara orang-orang terus melihatnya sampai ia tak tampak dari penglihatan mereka sembari menangis. Setelah itu tiada seorang pun yang mengetahuinya dan tidak ada kabar berita tentang dirinya.
Ad-Darraj berkata, “Saya tidak pernah menyaksikan peristiwa yang lebih indah daripada peristiwa yang terjadi di hari itu.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj berkata: Saya mendengar al-Wajihi yang mengatakan: Saya pernah mendengar Abu Ali ar-Rudzabari berkata: Saya datang di Mesir, lalu saya melihat orang-orang sedang berkumpul dan baru pulang dari gurun pasir. Kemudian saya bertanya kepada mereka apa yang sedang terjadi. Mereka menjawab, “Kami sedang meakukan kewajiban atas jenazah seorang pemuda yang mati setelah mendengar orang menyenandungkan bait syair ini:



Cukup besar keinginan seorang hamba



yang ingin untuk meninggalkan



Kemudian ia sulit bernafas dan akhirnya mati




Dan sebagaimana dikisahkan oleh ad-Duqqi yang mengatakan: Saya mendengar Abu Abdillah bin al-Jalla’ berkata: Di Maroko (Maghribi) saya melihat dua keajaiban: Pertama, ketika berada di Masjid Jami’ Qairawan saya melihat seorang yang melangkahi beberapa barisan (shaf) dan meminta kepada mereka dengan mengatakan, “Bersedekahlah Anda kepada saya, karena saya ini orang Sufi, lalu saya menjadi orang lemah.” Kedua, saya melihat dua orang guru Sufi (syekh), yang pertama bernama Jabalah dan yang kedua bernama Zuraiq. Masing-masing dari mereka memiliki beberapa orang murid. 



Suatu hari Zuraiq bersama murid-muridnya berkunjung ke tempat Jabalah. Kemudian salah seorang murid Zuraiq membaca ayat al-Qur’an, lalu salah seorang murid Jabalah menjerit dan meninggal. Maka di esok harinya Jabalah bertanya kepada Zuraiq, “Mana murid Anda yang kemarin membaca ayat suci al-Qur’an?” Maka Zuraiq memanggilnya dan berkata, “Bacalah!” Kemudian ia membaca ayat al-Qur’an, lalu Jabalah menjerit, dan murid Zuraiq yang membaca ayat al-Qur’an tersebut mati di tempatnya. Lalu Jabalah berkata, “Sekarang terbalas satu lawan satu, sementara yang memulainya adalah yang lebih zalim.”
Muhammad bin Ya’qub menceritakan dan Ja’far al-Mubarqa’, salah seorang elit Sufi, bahwa ia pernah hadir pada suatu majelis sama’. Kemudian ia berdiri dan berusaha untuk wajd sembari berkata, “Kali ini kita tertutup oleh para murid (pemula).”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj berkata: Tidak dibenarkan seorang murid melakukan sama’ sehingga terlebih dahulu ia mengetahui Asma (Nama-nama) Allah Swt. dan Sifat-sifat-Nya, sampai ia bisa memberikan apa yang lebih patut bagi Allah Swt. sementara hatinya tidak tercemar oleh kotoran-kotoran cinta dunia dan gila pujian manusia, hatinya bersih dari ketamakan apa yang ada di tangan manusia dan tidak melihat apa yang ada pada makhluk, demi memelihara hatinya, menjaga batas-batasnya dan selalu memperhatikan waktunya. Apabila ia memiliki kondisi demikian, maka sama’ adalah masuk bagian dari sifat orang-orang yang bertobat (at-ta’ibin), orang yang bermaksud menuju Allah (al-qashidin), orang-orang yang mencari Tuhan (ath-thalibin), orang-orang yang kembali (al-munibin), orang-orang yang khusyu’ (al-khasyi’in) dan orang-orang yang takut (aI-kha’ifin).
Ia mendengar apa yang mendorongnya untuk terus bermuamalah dan bermujahadah, bukan sekadar sama’ secara global. Tidak memaksakan diri dan tidak bertujuan untuk bersenang-senang atau mencari kenikmatan sehingga dapat melalaikannya dari ibadah dan pemeliharaan hatinya. Jika bertujuan seperti itu maka sebaiknya dia tidak perlu menghadiri sama’ dan seharusnya menjauh dari tempat-tempat penyelenggaraan sama’. Dan perlu tidak menghadiri sama’ selain pada tempat-tempat yang sekiranya disebutkan hal-hal yang mendorongnya untuk bermuamalah dengan Allah dan selalu memperbarui dzikir kepada Allah, puji-pujian dan segala yang diridhai-Nya.
Dan jika ia termasuk pemula (murid) yang belum tahu tentang syarat-syarat sama’ maka ia harus pergi kepada guru SufI yang mengetahuinya kemudian ia bisa belajar darinya, sehingga sama’nya tidak sekadar main-main dan tak berarti apa-apa serta tidak menisbatkan kepada Allah sesuatu yang Dia Mahasuci dan bersih darinya. Dengan demikian ia tidak terjebak dalam kekufuran tanpa disadarinya dan kemauan nafsunya tidak mendorong untuk selalu menuruti kepentingan-kepentingan nafsu, sementara ia diberi gambaran oleh nafsu setannya bahwa sama’  yang ia lakukan adalah suatu kebenaran (haq). Dalam kondisi seperti ini ia akan terjabak dalam kehancuran.
Syeikh Abu Nashr As-Sarraj


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Archive

Blog Archive