Senin, 26 Desember 2011

Puasa Itu Untuk-KU


“Puasa itu untukKu, Aku Sendiri yang membalasnya”. Demikian dalam hadits Qudsi. Karena Malaikat tidak mencatat pahala orang puasa, dan karenanya, hanya bagi hamba-hambaNya yang tercatat dalam “Agenda Allah”, pastilah berpuasa dengan sesungguhnya. Karena mereka adalah orang-orang yang bertaqwa.
Ada dua pesta yang membubung kebahagiaan bagi orang yang berpuasa. Ketika berbuka, dan ketika bertemu Tuhannya. Kebahagiaan duniawi adalah kepuasan penuh syukur ketika sedang berbuka, dan kebahagiaan ukhrawi (bathiniyah) adalah berpuasa itu sendiri, adalah forum dan ruang istemewa antara dirinya dengan Allah.
Majlis istemewa itulah terdiri dari orang-orang yang berpuasa. Disanalah forum Ketersingkapan hakikat diri (Mufatahah), forum Menghadap di hadiratNya (Muwajahah), forum Berdialog dalam MajlisNya (Mujalasah), forum saling berbincang denganNya (Muhadatsah), forum saling Memandang (Musyahadah), dan forum Menelaah hakikat (Muthola’ah).
Adakah yang lebih mulia dari forum-forum itu? Janganlah kita memasuki apa yang dikawatirkan Nabi SAW, “Betapa banyak orang yang berpuasa namun tak lebih dari dahaga dan lapar belaka.” Itu berarti, ada hamba-hambaNya yang berpuasa jiwanya, tanpa lapar dan dahaga sepanjang masa. Ada pula yang berlapar-lapar dan berdahaga namun tidak berpuasa.
KHM. Luqman Hakim

Sabtu, 10 Desember 2011

"Buka Luwur" Makam Wali, Sebuah Tradisi yang Dinanti

"Buka Luwur" Makam Wali, Sebuah Tradisi yang Dinanti




Kudus,
Bagi masyarakat Kudus, bulan Muharram memiliki makna tersendiri. Bukan karena  penuh kemuliaan, tetapi pada bulan tersebut di kota kretek ini terdapat ritual keagamaan yang sangat dinantikan yakni buka luwur makam wali. Buka luwur adalah ritual peringatan haul wafatnya para wali dengan prosesi mengganti kelambu makam wali tersebut.  


Di Kudus, terdapat beberapa auliya maupun ulama besar yang selalu diperingati haulnya.Selain dua  makam wali yang termasuk Walisongo yakni Raden Ja’far Shodiq (Sunan Kudus) di komplek menara Kudus dan Raden Umar Said (sunan Gunung Muria), terdapat ulama besar asal Madura yang mengembangkan Islam di Kudus wilayah Utara, Raden Muhammad Syarif di Pemakaman desa Padurenan Gebog Kudus. 

Setiap tahunnya, kedua wali itu diperingati haulnya secara berbeda. Sunan Kudus setiap tanggal 10 Muharram dan sunan Muria tanggal 15 Muharram. Sedangkan Haul Raden Muhammad Syarif dilaksanakan legi akhir bulan Muharram. 

Saat memperingatinya, pihak pengurus makam dan masjid wali menyelenggarakan rangkaian kegiatan mulai semaan Alqur’an, pengajian umum dan pembagian nasi uyah (nasi jangkrik). Tentu saja, prosesi buka luwur ini selalu dinanti masyarakat Kudus dan sekitarnya.

Yang menarik perhatian masyarakat setiap buka luwur adalah pada saat pembagian nasi uyah (nasi jangkrik) dibagikan secara gratis oleh pengurus yayasan Masjid dan Makam Sunan.

Pada Senin (5/12) lalu misalnya, ribuan masyarakat dari berbagai daerah rela mengantri sejak pagi hingga siang untuk mendapat sebungkus nasi uyah. Mereka meyakini nasi uyah yang berupa nasi dan lauk seiris daging dibungkus daun jati itu mampu mendatangkan keberkahan tersendiri dalam kehidupannya.

Salah seorang warga Grubogan Jawa Tengah, Fathonah (40) sengaja datang lebih pagi bersama warga lainnya hanya ingin mendapatkan berkah dari sunan Kudus.

Ia mempercayai, nasi bungkus dari prosesi buka luwur akan membawa berkah "Sebagian nasi tersebut akan dimakan bersama keluarga, sisanya untuk para tetangga yang belum mendapatkan nasi tersebut," ujarnya.

Pada tahun ini, pihak yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus selain mempersiapkan kebutuhan  prosesi buka luwur seperti  kain kelambu yang dipasang Ahad (4/12) sore, juga memasak beras hingga 6.53 ton serta hewan kerbau sebanyak 10 ekor dan kambing sebanyak 81 ekor.

Menurut penuturan Ketua YM3SK) Muhammad Nadjib Hassan, jumlah tersebut mampu menyediakan nasi uyah berjumlah 25.000 bungkus daun jati untuk umum. Sedangkan untuk nasi buka luwur yang berjumlah 1.750 keranjang diberikan kepada tokoh masyarakat, kiai, pejabat, tamu undangan, pekerja, dan panitia.

Setelah prosesi buka luwur di makam sunan Kudus, kini masyarakat Kudus dan sekitarnya menantikan prosesi serupa di makam sunan Muria yang akan dilaksanakan tanggal sabtu malam Ahad (10/12) besok.

Pada tahun-tahun sebelumnya, animo masyarakat juga membludak baik yang sekedar berziarah maupun mengharap keberkahan Raden Umar Said melalui kain kelambu dan nasi yang dibagikan tersebut.

Tradisi buka luwur, menurut  salah seorang A’wan Syuriyah MWC NU Kec. Gebog Kiai Aminudin Mawardi, merupakan bentuk rasa cinta terhadap para wali dengan mengharapkan keberkahan atas karomahnya.

“Apalagi para wali memiliki karomah luar biasa yang mampu memberikan kemanfaatan dan mengayomi masyarakat luas,” jelasnya saat membentuk panitia haul mbah Raden Muhammad Syarif desa Padurenan, Jum’at (9/12).

Dengan cinta para wali, KiaiAminudin meyakini akan memperoleh kebahagian dunia dan akhirat. “Jadi sangatlah wajar, masyarakat selalu perhatian dan seguyup menghormati para wali dan ulama besar melalui kegiatan buka luwur,” tambahnya. 

Jadi, buka luwur ternyata bukan saja hanya ritual prosesi tahunan semata melainkan menganduk makna yang dalam untuk memperoleh keberkahan akan karomah yang dimiliki para wali Allah ini. 

 NU Online

Redaktur    : Mukafi Niam
Kontributor: Qomarul Adib

Thariqat Sufi Solusi Kaum Modern (bagi kawula Muda)

K.H. Syafi'i Hadzami : Thariqat Sufi Solusi Kaum Modern

Pekalongan, NU Online
Thariqat bukanlah sesuatu yang mengawang-awang, ia hadir laksana cahaya yang memendar nun jauh disana. Tak habis-habisnya mata memandang penuh pesona. Indah dan menakjubkan, hingga tiada sesaat pun melainkan sebuah klimaks dari puncak rasa kita, terkadang seperti puncak gelombang cinta, terkadang menghempas seperti sauh-sauh kesadaran dihempas pantai, terkadang begitu jauh di luar batas harapan, padahal ia lebih dekat dari sanubari kita sendiri," begitu seorang bijak satu hari mengatakan tentang fenomena sufisme.


Cinta dan cahaya ditengah masyarakat materialis-industrialis, seperti saat ini, menjadi sesuatu yang langka hingga tasawuf, sebagai konsep amal dan ilmu, yang mengemban pesan damai dan kasih sayang masih banyak disalah pahami dan disalah artikan. Hingga pada akhirnya penyebaran ilmu tasawuf ditengah kehidupan masyarakat memiliki keaneka ragaman tersendiri.
K.H. Syafi'i Hadzami adalah salah seorang diantara ulama yang memiliki caranya tersendiri dalam mensosialisasikan pandangan-pandangan sufisme. Berikut pandangan tokoh panutan masyarakat Jakarta ini kepada Ahmad Kosasih Marzuki dari NU Online di arena Muktamar X Jamiyyah Ahlith Thariqah Almutabarrah An Nahdliyyah tentang tasawuf, fenomena kekinian dan amalan tharekat yang dijalaninya.
Apakah Anda melihat perubahan dunia ruhani dari waktu-waktu di Ibu Kota Jakarta ?
Tidak cuma di Jakarta, tapi juga di daerah-daerah lain, Permasalahan hidup ini kan intinya cuma dua perkara; ada orang yang taat, ada juga orang yang bermaksiat. Begitulah sejarah hidup manusia di dunia ini. Benar, di Jakarta sekarang ini, memang tengah terjadi pergeseran besar di dalam dunia ruhani.
Dahulu, meski lembaga-lembaga kerohanian sedikit jumlahnya, namun kualitas ruhaniah penduduk Jakarta boleh dibilang tinggi. Tapi sekarang malah berbalik, lembaga-lembaga ruhani semakin banyak jumlahnya, namun kwalitas ruhaniah kian meredup. Faktor apa yang menyebabkan hal itu bisa terjadi ? Ya, terutama karena lembaga-lembaga kerohanian itu tidak memberikan perhatian pada kemantapan aqidah. Meski mereka tahu kalau Allah Swt mengetahui, melihat dan mendengar, tapi pada kegiatan keseharian mereka menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang sudah Allah Swt. tetapkan.
Mereka malah bertindak seolah-olah Allah Swt tidak mengetahui, melihat dan mendengar. Nah, ini bisa kita lihat betapa aqidah mereka itu sangat labil sekali. Lantas bagaimana solusinya ? Kita harus mensosialisasikan kembali tiga ilmu yang harus di pelajari: Pertama, Ilmu Ushuluddin, mengenai aqidah dan keimanan. Kedua, ilmu fiqih, guna mengenali sah tidak nya suatu ibadah. Ketiga, ilmu tasawuf untuk meluruskan hati, agar tidak menyimpang kepada selain yang bukan Allah.
Ketiga ilmu ini diambil dari iman, islam dan ihsan. Ketiga ilmu ini wajib dipelajari dan harus disosialisasikan kembali. Di atas tadi Anda katakan bahwa tidak sedikit anggota masyarakat yang tengah dilanda ketidakmantapan aqidah, apakah itu juga menimpa para elit politik kita, khususnya elit muslim ? Ya, sekarang ini mereka lebih banyak terjebak oleh hawa nafsu. "Karena Allah" dalam ucapan dan "karena hawa nafsu" dalam tindakan. Nafsu nya sendiri atau nafsu kelompoknya sendiri. Termasuk anggota DPR-MPR RI yang sekarang ?
Dulu di DPR ada itu ada KH. Rusli Abdul Wahid (yang juga mantan Menteri Negara di pemerintahan Soekarno) dari PERTI, bermadzhab Syafi'i dan pengamal tarekat qadiriyyah wa naqsanabandiyyah. Tapi, sampai hari ini saya tidak menemukan anggota DPR-MPR RI yang konsis terhadap kehidupan ruhaniah. Sebabnya ? Sebab di Perguruan-perguruan Tinggi Islam lebih mengutamakan ilmu tafsir, ilmu hadist yang sebenarnya ilmu-ilmu itu sebagai pelengkap saja, bukan ilmu yang utama.
Ilmu utama yang mana? Tiga ilmu yang sudah saya katakan tadi; ilmu ushuluddin. Fiqih dan tasawuf. Ushuluddin untuk kepentingan iman, fiqh untuk kepentingan ibadah dan tasawuf untuk kepentingan etika. Ketiga ilmu ini sejak zaman dulu kala sudah disampaikan oleh para ulama. Nah sekarang harus digalakkan penyebaran ketiga ilmu ini. Apakah Anda sendiri menyelami ketiga ilmu itu ? Alhamdulillah, sampai sekarang kemanapun saya mengajar, yang saya sampaikan ya ketiga ilmu itu.
Berkaitan dengan tasawuf, apakah Anda menjadi bagian atau tepatnya pengamal dari kelompok tarekat tertentu ?
Saya tidak masuk dalam kelompok-kelompok tarekat yang ada. Meski demikian, tarekat-tarekat mu'tabarah yang ada di NU, yang berjumlah 40, sampai hari ini saya terus pelajari a-b-c-nya tarekat-tarekat itu. Dan saya juga mendawamkan ahzab (hizib-hizib) mursyid-mursyid tarekat loh ! seperti hizb nashar, hizb bahar, hizib rifa'i dan hizib nawawi.
Kenapa Anda tidak ingin menjadi bagian dari dunia tarekat ?
(Dengan penuh kehati-hatian Kiyai sepuh masyarakat Betawi ini menjawab:) Biasanya, anak-anak muda kh.


NU Online

TAREKAT

Said Agil: Tarekat Diharapkan Kembangkan Aspek Sosial Ekonomi

Ajaran tarekat atau sufisme telah lama berkembang di Indonesia. Bahkan masuknya Islam ke Indonesia melalui para sufi tersebut sehingga bisa berjalan dengan damai. Dalam Nahdlatul Ulama, aliran tarekat tergabung dalam badan otonom Jamiyyah Ahlut Tarekat Al Mutabarah an Nahdliyyah yang akan melaksanakan muktamarnya ke 10 di Pekalongan Jawa Tengah pada 27-30 Maret 2005.

Berikut ini petikan wawancara dengan ketua PBNU KH Said Aqil Siradj, yang disertasinya di Universitas Ummul Quro Saudi Arabia berjudulShilatullah bil-Kauni fi al-Tashawwuf  al-Falsafi, (Relasi Allah dan Alam: Perspektif Tasawuf) tentang pandangan dan harapannya terhadap dunia tarekat di NU.
Bagaimana menurut Bapak arah perkembangan tarekat NU ke depan?
Sebenarnya tarekat merupakan jaringan yang sangat kokoh dan luas di dalam lingkup Nahdlatul Ulama, malah boleh dibilang jaringan ini lebih kokoh dan lebih luas dari pesantren, tetapi tarekat lebih merakyat, lebih egaliter, lebih mengakar dan lebih kokoh. Hanya yang kita harapkan ke depan, lebih meningkatkan lagi kepedulian terhadap upaya sosial disamping ngurusi dhikir, wirid dan spiritualitas. Kesejahteraan warga tarekat juga penting. tidak mengesampingkan ketrampilan dan ilmu pengetahuan.
Yaa, memang timbul kesan yang kuat bahwa selama ini tarekat memang hanya ngurusi dzikir, apakah memang di tarekat sendiri terkandung upaya pengembangan ekonomi?
Tokoh-tokoh sufi zaman dahulu merupakan tokoh yang kaya, walaupun memang ada juga yang tidak kaya. Ada seorang sufi yang menjadi kepala negara, yaitu Umar bin Abdul Aziz yang berkuasa pada tahun 99 102 H. Ada sufi yang ahli matematik yang malah menciptakan ilmu al Jabar, yaitu Jabar bin Hayyam, ia merupakan ahli sufi yang sangat zuhud dan ahli ibadah, tiap malam sholatnya tidak kurang dari 100 rakaat.
Ini menunjukkan bahwa aktifitas wirid dan spiritual tidak bertentangan dengan aktifitas ilmu pengetahuan. Dan juga kesan bahwa tarekat sasma dengan kumpulannya orang yang tidak berpendidikan bisa juga terhapus.
Ada juga seorang sufi yang kaya. Mengapa dinamakan Imam al Junaid al Qowariri, karena ia memiliki perusahaan pabrik botol. Mengapa dinamakan abu Said al Qorros karena pengusaha sutra, mengapa dinamakan Fariduddin al Attor, karena pengusaha parfum,
Jadi dari ini saja diketahui bahwa para sufi juga pengusaha. Syeikh Abu Hasan as Syadzili, pendiri tarekat syadziliyah merupakan orang kaya. Ia bahkan menanggung muridnya yang sebanyak 6000.
Banyak orang terheran-heran ketika melihatnya. Bagi orang yang belum tahu, ia akan memiliki persepsi orang yang kumuh, tetapi ternyata rumahnya bagus, kudanya besar, pakaiannya tiap hari ganti dan selalu berharga yang mahal. Ketika ditanya mengapa selalu berganti pakaian. Ia mengungkapkan bahwa pakaian bisa bicara, kalau pakaiannya mahal artinya menunjukkan wahai masyarakat saya ini kaya, maka dari itu janganlah dikasihani, kalau pakiannya kumuh ini artinya wahai masyarakat saya ini miskin, maka sedekahilah saya.
Bahkan satu satu tamu terheran-heran ketika melihat rumah Abu Hasan as Syadili dan mengatakan salam sama guru kamu yaa ngapain kamu mikirin dunia terus, padahal gurunya tersebut miskin, ketika lapor pada gurunya, dibenarkan ucapan Abu Hasan tersebut dan berkata memang benar Abu Hasan, memang ia kaya tapi tidak pernah memikirkan dunia. Saya melarat dan ke sana kemari hanya mikirin dimana ada uang.
Jadi tidak benar tasawuf bertentangan dengan aktifitas duniawiyah. Yang penting bagaimana dunia tidak mempengaruhi hatinya, tidak mempengaruhi sikap moralnya. kyai-kyai NU dahulu juga bisa dibilang kyai yang kaya, Kyai Hasyim Asyari boleh dibilang petani yang kaya, Kyai Wahab dari Surabaya, Kyai Ali Maksum dari Jogja, Kyai Ahmad Siddiq dari Jember, semuanya merupakan kyai yang cukup.
Lalu, mengapa ada reduksi makna?
Boleh dibilang sebagai kekuatan tetapi juga kelemahan, tarekat sekarang menjadi tempat yang menerima semua lapisan masyarakat untuk mencari ketenangan, tapi disitu tarekat tidak boleh menutup diri bagi siapa saja yang mencari ketenangan atau pegangan ruhani.
Jadi akhirnya mereka yang bodoh, yang awan yang miskin, yang elit, yang pangkat dll masuk, sehingga kesannya hanya pelarian daripada orang yang punya problem besar. Ini bagaimanapun juga lebih baik daripada ke karaoke atau ke diskotik.
Kalau jamiyyah tarekat punya anggota 10.000 ribu anggota, jika 1000 saja yang spiritualitasnya berhasil, maka sudah termasuk sukses, jangan berharap 10.000 tersebut sukses semua. Yang lainnya dianggap gladi resik, dha apa-apa ikut.
Jamiiyyah tarekat NU mengklaim diri seb

NU

Pohon Ma’rifat


Pohon Ma’rifat
Syeikh Ahmad ar-Rifa’y

Rasulullah Saw bersabda:
“Aku datangi pintu surga di hari qiyamat, lalu  aku dibukakan. Maka sang penjaga syurga bertanya, “Siapa anda?”

Aku katakan, “Muhammad,”. Lalu dia berkata, “Demi dirimulah aku diperintahkan agar tidak membuka (pintu syurga) bagi siapa pun sebelum dirimu…”

Ahlul Ilmi Billah (para Ulama Billah) telah mengetahui bahwa syurga adalah pintu kebajikan Ilahi yang abadi. Tidak akan dibuka kecuali dibuka oleh Kanjeng Nabi Muhammad saw,  dan dialah sang pembuka bagi kebaikan dunia dan akhirat. Mengetahui akan perilakunya merupakan rahasia pengetahuan pada Allah Ta’ala. Siapa yang ingin dibukakan pintu-pintu kebaikan dunia dan akhirat, ia harus menggantung pada nya. Karena disana tersembunyi rahasia ma’rifat.

Hakikat ilmu ma’rifat
Ilmu ma’rifat adalah ilmu tentang Allah Ta’ala. Yaitu Cahaya dari Cahaya-cahaya Yang Maha Agung, dan perilaku dari berbagai perilaku utama. 

Dengan pengetahuan ma’rifat itu Allah memuliakan hati para cendekiawan, kemudian Allah merias dengan keindahanNya yang bajik, dan keagunganNya.  
Dengan ma’rifat pula, Allah mengistemewakan ahli kewalian dan pecintaNya.

Dengan ma’rifat Allah memuliakannya di atas seluruh ilmu mana pun. Manusia, mayoritas alpa atas kemuliaan ma’rifat, bodoh atas kelembutan-kelembutan ma’rifat, lupa atas keagungan getarannya, apalagi mereka  juga lupa atas makna-makna terdalamnya, yang tak akan ditemui kecuali oleh orang yang memiliki hati yang berserasi denganNya.
Ilmu ma’rifat ini merupakan asas, dasar, dimana seluruh ilmu pengetahuan dibangun. Dengannya pula kebajikan dua rumah dunia dan akhirat tergapai, kemuliaan terengkuh.

Dengan ilmu ma’rifat, aib-aib diri terkuak. Anugerah Ilahi dikenal, keagunganNya diketahui, begitu pula keparipurnaan KuasaNya.
Dengan ilmu ma’rifat itu, rahasia hamba terbang dengan sayap-sayap ma’rifat, dalam kelembutan sutera Qudrat, berjalan menuju pangkal kemuliaan. Berwisata di taman Al-Quds. Maka seluruh ilmu manakala tidak ber[padu dengan ma’rifat tidak pernah sempurna. Dan amal perbuatan tidak akan rusak kecuali jika mailmu ma’rifat itu sirna. Tidak ada yang menghuni pengetahuan itu kecuali hati yang dipandang oleh Allah Ta’ala, dengan pandangan Kasih dan Sayang. Kemudian Allah menteskan hujan penghayatan pemahaman yang dalam, lalu menabur aroma yaqin dan kecerdasan. Allah menjadikannya sebagai tempat akal dan firasat, menyucikannya dari kotoran kebodohan dan kealpaan, meneranginya dengan dian-dian ilmu dan hikmah. Allah swt berfirman:
Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dari kalian, dan orang-orang yang diberi ilmu (tentang Allah).

Setiap arif pastilah takut penuh rasa cinta dan bertaqwa menurut kadar pengetahuannya pada Allah ta’ala, karena firmanNya:
“Sesungguhnya yang takut penuh cinta pada Allah dari hamba-hambaNya adalah para Ulama (billah)”.

Dengan cahayaNya godaan syetan bisa dikenal, sekaligus bisa menjadi pertahanan atas tindak maksiat dan dosa, peringatan bagi bencana-bencana hasrat.

Allah swt, berfirman:
“Bukankah orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah bagi Islam adalah orang yang berada dalam pancaran cahaya Tuhannya?”
“Siapa pun yang Allah tidak menjadikan baginya cahaya, maka baginya tidak mendapatkan cahaya.”

Dalam hadits dijelaskan, “Sebagian ilmu ada yang seperti perbendaharaan terpendam, dimana tidak diketahui kecuali oleh ahlul ilmi (Ulama) Billah, dan tidak diingkatri kecuali oleh kalangan yang terkena tipudaya.
Ada seseorang datang kepada Nabi saw, lalu bertanya, “Amal apakah paling utama?” Nabi saw, menjawab, “Mengetahui Allah.”


Hamba-hamba utama
Diriwayatkan bahwa Nabi Musa as, bermunajat, “Ya Tuhan, manakah hamba-hamba paling banyak kebajikannya dan paling tinggi derajatnya dihadapanMu?” Allah menjawab, “Yang paling mengetahuiKu…”
Imam ali bin Abi Thalib  Karromallahu wajhah mengatakan, “Orang yang paling tahu kepada Allah, adalah yang paling dahsyat pengagungannya, karena menghormati Laa Ilaaha Illallah…”
Abu ad-Darda’ ra, menegaskan, “Siapa yang bertambah ilmunya tentang Allah, aka akan bertambah rasa malunya…”

Diriwayatkan bahwa Allah Ta’ala memberikan wahyu kepada Nabi Dawud as, 
“Wahai Dawud, engkau tahu ilmu yang bermanfaat?” 
 “Oh Tuhanku, apakah ilmu yang bermanfaat itu?” jawab Dawud.
“Hendaknya engkau mengenal KebesaranKu, KeagunganKu, KetaktertandingiKu, dan Kesempurnaan KuasaKu atas segala sesuatu. Itulah yang membuatmu dekat padaKu. Dan Aku tidak menyilakan orang yang bertemu denganKu dengan kebodohan…” jawab Allah Ta’ala.

Muhammad bin al-Fadhl as-Samarqandy  ra, ditanya, “Apakah yang disebut mengetahui Allah itu?”
“Hendaknya anda melihat bahwa ketentuanNya pada makhluk itu pasti, segala mudharat, manfaat, kemudliaan dan kehinaan itu dariNya. Dan anda melihat diri anda hanya untuk Allah. Segala sesuatu ada di GenggamanNya. Jangan memilih pilihan dari dirimu, bukan pilihanNya, dan anda berbuat benar-benar hanya bagi ikhlas Allah.” Begitu beliau menjawab.

Hai anak-anakku sekalian…tekunlah dalam menggali ilmu rahasia. Anda harus membenci dunia, dan kenalilah kehormatan orang-orang saleh. Hukumi perkaramu untuk kematian.Allah Ta’ala berfirman:
“Dan katakanlah, “Tuhanku, tambahilah diriku ilmu..”
“Dan Allah memberikan ilmu padamu, pengetahuan yang belum pernah engkau tahu.”

“Dan Kami telah memberikan pengajaran ilmu kepadanya dari Sisi Kami.”
“Orang-orang yang berjuang tekun di dalam Kami, maka Kami bakal memberikan petunjuk jalan-jalan kami…”

Betapa banyak orang yang meriwayatkan hadits, tetapi dia bodoh terhadap Allah.

Sesungguhnya ilmu ma’rifat itu merupakan anugerah Allah Ta’ala, diberikan olehNya kepada orang yang dipilih dari makhlukNya, dan dipilihnya untuk dekat denganNya.

Dalam hadits disebutkan, “Ilmu itu ada dua: Ilmu ucapan, yaitu argumentasi Allah atas hamba-hambaNya. Dan ilmu hati, yaitu ilmu yang tinggi, dimana seorang hamba Allah tidak pernah meraih rasa takut nan cinta pada Allah, kecuali dengan ilmu itu.”
Beliau nabi saw, juga bersabda:
“Yang paling dalam rasa takut dan cintanya kepada Allah adalah yang paling mengenal Allah.”

Derajat Ulama
Sufyan At-Tsaury mengatakan: Ulama itu terbagi jadi tiga:

  1. Orang alim yang tahu perkara Allah, tetapi tidak tahu Allah. Itulah alim yang dusta, yang tidak layak baginya kecuali neraka!
  2. Orang alim yang mengenal Allah, tetapi tidak mengenal perkara Allah, itulah alim yang masih kurang.
  3. Orang alim yang mengenal Allah,  mengenal perkara Allah, itulah yang disebut Ulama sempurna.
Sebagaian orang arif ditanya, “Apa jalan ma’rifat pada Allah itu?”
“Allah tidak dikenal dengan segala sesuatu. Tetapi segala sesuatu dikenal melalui Allah, sebagaimana Dzun Nuun al-Mishry ra, mengatakan, ‘Aku mengenal Allah melalui Allah, dan mengenal selain Allah melalui Cahaya Allah.” Jawabnya.

Nabi Ibrahim as, bermunajat, “Ilahi, jika bukan karena Engkau, bagaimana aku mengenal siapa DiriMu..”

Hal senada juga disampaikan Rabiah al-Adawiyah, ketika bertanya kepada Dzun Nuun al-Mushry ra, “Bagaima engkau kenal Allah?”
“Allah melimpahi rizki rasa malu padaku, dan memberikan pakaian muroqobah padaku. Ketika aku susah dengan musibah, aku mengingat kebesaran Allah, lalu aku sangat malu padaNya..”, jawab Dzun Nuun.
  

Pohon Mari’fat
Metafora Ma’rifat itu seperti pohon yang memiliki enam cabang. Akarnya kokoh di bumi yaqin dan pembenaran, dan cabang-cabangnya tegak dengan iman dan tauhid.
Cabang pertama, Khauf (rasa takut) dan Raja’ (harapan pada anugerah-rahmatNya) yang disertai dengan cabang perenungan.
Cabang kedua, berlaku benar dan serasi dengan kehendak Allah, yang disertai dengan cabang Ikhlas.
Cabang ketiga, Khasyyah (takut penuh cinta) dan menangis, yang disertai dengan cabang Taqwa.
Cabang keempat, Qana’ah (menerima pemberian Allah) dan ridlo, yang disertai cabang Tawakkal.
Cabang kelima, Pengagungan dan rasa malu yang disertai dengan cabang ketentraman.
Cabang keenam, Istiqomah dan berselaras dengan Allah yang disertai dengan cabang cinta dan kasih.

Setap cabang dari masing-masing akan bercabang pula sampai tiada hingga dalam jumlah kebajikan, dalam  tindakan benar dan perbuatan, kemesraan berdekat –dekat dengan Allah, kesunyian Qurbah, kebeningan waktu dan segala sepadan yang tak bisa disifati oleh siapa pun jua.

Di setiap cabang yang ada akan berbuah berbagai-bagai, yang satu sama lainnya tidak sama, rasanya, yang di bawahnya ada cahaya-cahaya taufiqNya, yang mengalir dari sumber anugerah dan pertolonganNya. Dalam hal ini manusia berpaut-paut dalam derajat dan berbeda-beda dalam kondisi ruhani.
Diantara mereka :
  1. Ada yang mengambil cabangnya saja, tapi alpa dari akarnya, tertutup dari pohonnya dan tertirai dari rasa manis buahnya.
  2. Ada yang hanya berpegang teguh pada cabangnya belaka.
  3. Ada yang pula yang berpegang pada akar aslinya, dan meraih semuanya (pohon, cabang dan buah) tanpa sedikit pun menoleh pada semuanya, tetapi hanya memandang yang memilikinya, Sang Penciptanya. 
Siapa yang tak memiliki cahaya dalam lampu pertolongan Ilahi, walaupun telah mengumpulkan, mengkaji semua kitab dan hadits, kisah-kisah, maka tidak akan bertambah kecuali malah jauh dan lari dari Allah, sebagaimana keledai yang memikul buku-buku.

Ada seseorang yang datang kepada Imam Ali Karromallahu Wajhah:
“Ajari aku tentang ilmu-ilmu rahasia…”pintanya.
“Apa yang kau perbuat perihal ilmu utama?” kata Sayyidina Ali.
“Apakah pangkal utama ilmu?” orang itu balik bertanya.
“Apakah kamu mengenal Tuhanmu?” Tanya beliau.
“Ya..” jawabnya.
“Apa yang sudah kau lakukan dalam menjalankan kewajibanNya?”
“Masya Allah…” jawab orang itu.
“Berangkatlah dan teguhkan dengan itu (hak dan kewajiban), jika kamu sudah kokoh benar, kamu baru datang kemari, kamu akan saya ajari ilmu-ilmu rahasia…” Jawab beliau.

Ada yang mengatakan, “Perbedaan antara ilmu ma’rifat dan ilmu lainnya adalah seperti perbedaan antara hidup dan mati.

Sufi News

Pendidikan Ilahi


Pendidikan Ilahi
Riwayat dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karromallahu Wajhah, dari Rasulullah saw, bersabda:

“Tuhanku mendidikku, dan Dia mendidik adabku dengan baik.”
Hadits mulia ini melazimkan perwujudan hakikat dengan


mengikuti jejak Adab Nabi saw. Barangsiapa yang tergelincir dari adab tersebut akan terjerumus dalam hawa nafsunya. Siapa yang berpisah dengan adab tersebut ia tersesat dan menyimpang. Maka dengan adab itulah kaum muqorrobun menanjakkan hasratnya, rahasia-rahasia kaum arifin memancar. Dan tidak ada arah benar dalam jalan ma’rifat Billah kecuali mengikuti jejak adab Nabi Muhammad saw. Sedangkan semua tangganya adalah: Dzikir yang terus

menerus.Anak-anaku, ingatlah kepada Allah Ta’ala, karena Allah Ta’ala adalah puncak derajat dzikir. Allah mengagungkan derajat itu, dan meninggikan perkara, kemuliaan dan karunianya. Kemudian dzikir terbagi dalam bentuk lisan, rukun dan hakikatnya.
Bagi sang pendzikir hendaknya :
• Tidak terfokus pada dzikirnya,
• Memiliki himmah (cita) dan      kehendak yang mulia,
• Mempunyai kecerdasan lembut dalam isyarat,
• Niat dan kehendaknya benar (Lillahi Ta’ala)
• Dalam berdzikir tidak bertujuan lain selain Allah Ta’ala.
•Dan tidak menempuh jalan lain selain menuju kepadaNya. Karena wushul secara total itu di bawah RidloNya, bukan yang lainNya. Sedangkan terhalang total itu semata karena sibuk pada yang lainNya


Bagi orang yang berdzikir hendaknya mengingat Allah secara total dengan penuh pengagungan dan penghormatan. Bukan dengan asal-asalan apalagi dengan kealpaan, karena dzikir yang tidak mengagungkan dan menghormatiNya justru menimbulkan hijab pada Allah, sebagai bentuk siksa atas sikap meninggalkan pengagungan dan penghormatan itu. Sebab menjaga kehormatan dan pengagungan padaNya itu lebih utama ketimbang dzikirnya.



Tak seorang hamba pun yang berdzikir secara hakiki, melainkan akan lupa pada selain Allah Ta’ala. Allah sebagai ganti segalanya.

Terkadang sang arif ingin berdzikir, lantas memuncaklah gelombang pengagungan dan kharismaNya, hingga lisannya kelu, lalu jiwanya membubung karena keagungan wahdaniyahNya, kemudian tampak padanya pancaran rindu dan cinta dari hijab kasih qalbu dan kelembutan, hingga hasratnya sampai pada permadani Uluhiyah dan hamparan medan rububiyah, atas izin Allah Ta’ala.
Pada saat itulah terbuka tirai dari segala hal selain Dia, atas keajaiban rahasiaNya dan kelembutan ciptaanNya, keparipurnaan KuasaNya dan pancaran cahaya-cahaya SuciNya.



Pada saat itulah sang hamba tahu bahwa Allah swt melakukan apa pun yang dikehendnakiNya, pada orang yang dikehendaki, bagi orang yang dikehendaki, kapan kehendakNya dan bagaimana kehendakNya, melalui Tangan anugerahNya, pemberian dan kehendakNya.

Tak ada yang menolak atas karuniaNya dan tidak ada yang menghalangangi atas hukumNya, maka sang hamba akan sibuk denganNya, menjadi fana’ dibawah Baqa’Nya.



Inilah makna dari salah satu kabar, bahwa Allah swt, berfirman dalam salah satu kitabNya, “Siapa yang mengingatKu dan tidak lupa padaKu, maka Kugerakkan hatinya untuk mencintaiKu, hingga ketika ia bicara ia bicara karenaKu, dan ketika diam, ia diam karenaKu.”

Allah swt, berfirman:
“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan dzikir kepada Allah…”




Yahya bin Mu’adz ra, berkata, “Dzikir itu lebih besar ketimbang syurga, karena dzikir itu adalah bagian Allah sedangkan syurga itu bagiannya hamba. Dalam dzikir ada ridlo Allah, sedang dalam syurga ada ridlo hamba.” Dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, beliau berkata, “Sesungguhynya Allah Ta’ala tampak pada orang-orang yang berdzikir ketika berdzikir dan membaca Al-Qur’an, hanya saja mereka tidak melihatNya. Karena Allah Maha Mulia (tidak bias) dilihat (matakepala), dan Maha Jelas dari ketersembunyian. Karena itu, menyendirilah kalian semua bersama Allah swt, dan bermesralah dengan dzikrullah. Tak ada yang turun pada seorang hamba satu pun, kecuali ada dalilnya dalam Kitabullah, berupa petunjuk dan penjelasan.” Mesra dengan Allah swt. Abu Abdullah an-Nasaj ra mengatakan, “Sesungguhnya Allah swt memiliki syurga di dunia, siapa pun yang masuk akan aman. Sungguh indah dan sebaik-baik tempat kembali.” Ditanya, “Syurga apakah itu?” “Mesra bersama Allah swt.” Jawabnya. Dalam sebagian kitabnya Allah Ta’ala berfirman, “Wali-wali dan KekasihKu, bernikmat-nikmatlah kalian dengan mengingatKu, dan bersukacitalah denganKu. Akulah senikma-nikmat Tuhan bagimu di dunia dan di akhirat.”

Abu Bakr al-Wasithy ditanya, “Apakah anda ingin makanan?”
“Ya,” jawabnya.
“Makanan apa?”
“Satu suapan dari dzikrullah, dengan kejernihan yaqin, dan di atas sajian ma’rifat, dengan tegukan air husnudzon dari wadah ridlo Allah swt.”



Diriwayatkan Allah swt, berfirman kepada Nabi Ibrahim as, “Tahukan kamu mengapa Aku jadikan dirimu sebagai Al-Khalil (sahabat dekat)?” “Tidak,” jawab Ibrahim as. “Karena hatimu tak pernah lupa padaKu, dan dalam situasi apa pun dirimu tak pernah melupakanKu…” “Jika bukan karena Engkau memerintahkan kami berdzikir kepadaMu, siapakah yang berani mengingatMu? Karena keagungan dan kebesaranMu…..?” Sungguh mengherankan bagaimana orang yang berdzikir, hatinya masih ada dalam tubuhnya ketika mengingat keagunganMu! Diriwayatkan, bahwa Allah swt, berfirman kepada Nabi Musa as, “Wahai Musa, sesungguhnya aku tidak menerima sholat dan dzikir kecuali pada orang yang tunduk pada keagunganKu, hatinya terus menerus takut padaKu dan usianya dihabiskan untuk mengingatKu.[pagebreak] 



Wahai Musa!Orang seperti itu, ibarat syurga firdaus di antara syurga, rasanya tak pernah berubah, daunnya tak pernah kering, maka Aku jadikan rasa takutnya sebagai rasa aman baginya, dan kujadikan cahaya ketika dalam kegelapan, dan Aku ijabahi sebelum berdoa, serta Aku beri sebelum meminta kepadaKu.”



Dalam suatu hadits disebutkan, Allah swt, berfirman: “Siapa yang sibuk dzikir padaKu jauh dari meminta padaKu, akan Aku beri sesuatu yang lebih utama disbanding yang Kuberikan mereka yang meminta padaKu.” Nabi Isa as, mengatakan, “betapa bahagia orang yang berdzikir kepada allah swt, dan tidak mengingat kecuali hanya Allah swt. Dan bahagialah orang yang takut penuh cinta kepada Allah swt, dan tidak takut kecuali hanya pada Allah swt.” Diriwayatkan bahwa Nabi Ya’qub as, ketika munajat, “Oh kasihan sekali Yusuf…” Maka Allah swt menurunkan wahyu, “Sampai kapan kamu ingat Yusuf terus? Apakah Yusuf itu makhlukmu, atau rizkimu, atau yang memberimu kenabian? Maka demi kemuliaanKu, seandainya kamu mengingatKu, dan kamu sibuk mengingatKu dengan menepis ingatan yang lain, sungguh Aku bebaskan derita dalam dirimu seketika!” Maka, Nabi Ya’qub tahu atas kesalahannya dalam mengingat dan menyebut Yusuf, lalu ia pun membungkam lisannya. Rabi’ah al-Bashriyah ra, mengatakan, “Betapa menakutkannya di saat  ketika aku tidak mengingatMu!”



Nabi Musa as, suatu hari bermunajat: “Ya Ilahi, benarkan Engkau dekat hingga Aku munajat kepadaMu? Ataukan Engkau jauh hingga aku memanggilMu?” “Aku senantiasa bersama orang yang mengingatKu, dekat dengan orang yang bersukacita denganKu, lebih dekat dibanding urat nadi,” jawab Allah swt. Dzun Nuun al-Mishry ditanya, “Kapankah seorang hamba benar-benar sufistik dalam dzikrullah?” “Manakala ia ma’rifat dengan Allah swt, dan bebas dari selain Allah swt.” Jawabnya.



Ali bin Abi Thalib–Karromallahu Wajhah– menegaskan, “Dzikrullah itu makanan jiwa, memuji Allah itu minuman jiwa, dan malu pada Allah swt itu pakaian jiwa. Tak ada yang lebih lezat ketimbang mengingatNya, dan tak ada yang lebih nikimat ketimbang bermesra denganNya.” Dalam salah satu kitabNya, Allah swt, berfirman, “Siapa yang mengingatKu dalam batinnya, maka Aku mengingatnya dalam DiriKu, siapa yang mengingatKu di padang luas, Aku pun mengingatnya di padang luas, siapa yang mengingatKu dengan segenap dirinya, maka Aku mengingatnya dengan segenapKu.” Para makhluk pada menjerit pada iblis, sedangkan Iblis menjerit karena orang-orang yang berdzikir, lalu beliau membaca ayat : 

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa manakala bertemu dengan segolongan syetan (dengan godaannya), mereka berdzikir kepada Allah, dan ketika itu pula mereka memandang kesalahan-kesalahannya.” (Al-A’raaf, 201)



Ibnu Abbas ra, mengatakan, “Tak seorang pun dari orang beriman melainkan dalam dirinya ada syetan, apabila mengingat Allah syetan terpedaya, dan jika ia lupa dzikir maka syetan menggoda.’

Dzikrullah adalah obat, penyakit mana pun tidak akan mengancamnya. Sedangkan mengingat manusia itu penyakit, obat mana pun tak akan menyembuhkannya.



Jadikan dzikir itu sebagai iiblat cita-citamu, dan penerang lampu dalam masjid fikiranmu. Ketahuilah bahwa hakikat sukacita nan mesra adalah mengingat sang kekasih, yaitu melupakan lainnya.

Siapa yangt aktif mengingat Allah swt, akan sirna selain Dia, lalu ia hangus di bawah kelembutan ciptaNya, seluruh dirinya habis di bawah Kemahaindahan pertolonganNya, lalu tenggelam di lautan ingatan anugerahNya.



Manusia punya dua hari raya setahun

Sedang bagi penempuh seluruh hidupnya hari raya
Dzikir adalah kebiasaannya
Pujian adalah kesantaian jiwanya
Hati di alam kerajaan Ilahi Rabb
Sangat penuh suka cita.

Sufi News