Senin, 29 Oktober 2012

Mesut Ozil Berziarah Kubur di Turki


Mesut Ozil Berziarah Kubur di Turki

Itu terlihat dengan jati dirinya yang tidak segan menunjukkan identitas keislamannya selama memperkuat Werder Beermen di Bundesliga Jerman maupun Real Madrid di La Liga Spanyol.

Di kedua liga itu dia tidak sungkan berdoa sebelum pertandingan di mulai atau merayakan gol dengan mengangkat kedua tangan ke atas tanda rasa syukur kepada Sang Pencipta.Karena itu, Ozil dikenal sebagai pemain sepak bola Muslim yang termasuk taat menjalankan agama.

Meski sudah menjadi publik figur, dia tidak terlena dengan atribut itu. Malahan, dengan pengaruhnya Ozil mampu mengirimkan pesan kalau ia malah sering terlihat menjalankan ritual keagamaan.

Terbaru, ketika berkunjung ke Turki, kesalehan Ozil sangat terlihat. Daftar kunjungannya selain bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayep Erdogan sebagai duta Los Blancos, Ozil juga menyempatkan diri untuk mengunjungi tempat para leluhurnya berasal. Karena itu, gelandang Der Panzer tersebut tidak lupa mengunjungi makam leluhurnya.
Dia tidak sekadar ziarah, bersama saudaranya Ozil sempat mendoakan penghuni pusara yang ada dalam makam. Tidak dijelaskan di area mana makam itu berasal, namun yang pasti berada di daerah Turki. Sepertinya Ozil ingin benar-benar menjalankan ajaran Nabi Muhammad SAW yang menyerukan agar mengingat kematian salah satunya dengan ziarah kubur.

Ini dia videonya :

Sumber: republika online

Salafi Wahabi Serukan Perang Terhadap Ahlus Sunnah


Salafi Wahabi Serukan Perang Terhadap Ahlus Sunnah



Selama ini mungkin ada segelintir orang yang mudah terpedaya dan terpesona dengan godaan dakwah Salafi Wahabi, kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang belum mengenal Islam sebelum nya, tapi bagi pejuang Islam yang benar-benar peduli pada Islam, melihat dakwah Salafi Wahabi hanyalah fitnah terhadap agama Islam, dakwah Salafi Wahabi yang sangat minoritas tentunya sangat lembut dan bersahaja ketika berhadapan dengan orang awam yang belum taukebusukan dan kecurangan-kecurangan agama Wahabi, tapi ketika berhadapan dengan para pejuang Islam sesungguhnya, dan para penegak Ahlus Sunnah Waljama’ah, baru nampaklah wajah asli Salafi Wahabi dengan seburuk-buruk fitnah mereka, bagi orang awam tentu merasa tidak mungkin orang berjubah itu adalah penjahat ulung, namun bagi orang yang cerdas tentu sangat tahu bahwa jubah mereka hanyalah topeng belaka, sebagai bukti mari lihat fakta ini, seorang Syaikh Salafi Wahabi yang terkenal, dengan jelas menyerukan kepada para pengikut dakwah Salafi Wahabi agar menyatakan perang dengan Ahlus Sunnah Waljama’ah, inilah seruan perang Wahabi terhadap Ahlus Sunnah sebagai berikut :
وقد انتسب إلى الأشعري أكثر العالم الإسلامي اليوم من أتباع المذاهب الأربعة، وهميعتمدون على تأويل نصوص الصفات تأويلاً يصل أحياناً إلى التحريف، وأحياناً يكونتأويلاً بعيداً جداً، وقد أمتلأت الدنيا بكتب هذا المذهب، وادعى أصحابها أنهم أهل السنة،ونسبوا من آمن بالنصوص على ظاهرها إلى التشبيه والتجسيمهذا ولابد لعلماء الإسلام-ورثة رسول الله صلى الله عليه وسلم – من مقاومة هذه التيارات الجارفة، على حسب ماتقتضيه الحال، من مناظرات، أو بالتأليف، وبيان الحق بالبراهين العقلية والنقلية، وقد يصل الأمر أحياناً إلى شهر السلاح.
“Dan sungguh ternisbah kebanyakan ulama Islamsekarang dari pada pengikut Madzhab empat kepadaAsy’aridan mereka berpegang atas Ta’wil nash-nashsifat dengan Ta’wil yang kadang-kadang sampaikepada Tahrifdan kadang-kadang dengan Ta’wilyang jauh sekalidan sungguh telah tersebar keseluruh dunia dengan kitab-kitab ini Madzhabdanpara pengikut nya menyatakan diri Ahlus Sunnahdanmereka menisbahkan orang yang beriman denganmakna dhohir nash-nash kepada Tasybih dan Tajsim.Demikian dan wajib bagi ulama Islam –PewarisRasulullah SAW- [ulama Wahabiuntuk melakukanperlawanan terhadap ini aliran yang merajalela,menurut apa yang inginkan oleh keadaandariberdebatmengarangdan menyatakan kebenarandengan dalil-dalil ‘Aqli (akaldan Naqli (Al-Quran &Hadits),dan kadang sampai kepada menyatakanperang”
[Lihat Syarah Kitab at-Tauhid min Shohih al-Bukhari – Jilid 1 Halaman 85 – oleh Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad al-Ghaniman al-Wahabi]
Inilah wajah asli dakwah Salafi Wahabi, dakwah yang tidak pernah dicontohkan oleh para Rasul dan tidak pernah dicontohkan oleh para Ulama Islam baik Salaf maupun Khalaf, pantaskah seruan perang terhadap mayoritas ummat Islam di anggap sebagai dakwah Sunnah ? sesungguhnya mereka hanya menunggu waktu nya saja, sampai saat nya tiba, maka perang segera di mulai, selama mereka masih minoritas, tentu menyatakan perang adalah konyol, maka belum saat nya mereka berperang dengan mayoritas kaum muslimin, mereka masih takut menampakkan wajah asli mereka yang masih tersembunyi di balik topeng Arab, dan di balik topeng Sunnah, maka siap-siaplah menunggu sampai saat nya tiba, maka tumpah darah ini tidak akan terelakkan.
Na’uzubillah min fitnatihim

Bahaya Besar Hizbut Tahrir


Bahaya Besar Hizbut Tahrir


Hizbut Tahrir didirikan oleh Taqiyyuddin an-Nabhani(W.1400 H), asal Palestina. Hizbut Tahrir sebagaimana mereka memperkenalkan dirinya adalah perkumpulan (Takattul) politik, bukan perkumpulan spiritual atau perkumpulan ilmiah. Kami katakan: ini adalah penegasan mereka yang menunjukkan bahwa mereka bukan ahli agama dan tidak layak mengambil ilmu agama dari mereka. Namun demikian, ternyata mereka berbicara tentang agama tanpa ilmu, jadi masyarakat wajib diperingatkan agar mewaspadai bahaya mereka. Mendiamkan mereka sama saja dengan mendiamkan kemungkaran terus merejalela.
BAHAYA IDEOLOGI HIZBUT TAHRIR
  • Hizbut Tahrir Mengingkari takdir
  • Hizbut Tahrir Mengingkari kemaksuman para nabi
  • Hizbut Tahrir Berkeyakinan tasybih
  • Hizbut Tahrir Mengingkari kehujjahan Ijma'
  • Hizbut Tahrir Membenarkan kudeta terhadap khalifah yang sah
  • Hizbut Tahrir Menyesatkan Dan Mengkafirkan umat Islam di luar Hizbut Tahrir
  • Hizbut Tahrir Membenci Ahlussunnah WalJama'ah
  • Hizbut Tahrir Mengingkari siksa kubur
  • Hizbut Tahrir Menghalalkan yang Haram
Hizbut Tahrir Mengingkari Takdir
Allah ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan segala sesuatu menurut ketentuan-Ku" (Q.S. al Qamar : 49)
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda :
"Allah pencipta setiap pelaku perbuatan dan perbuatannya" (H.R. al Hakim dan al Bayhaqi)
Imam Abu Hanifah (W. 150 H) dalam al-Fiqh al-Akbar berkata: “Tidak ada sesuatupun yang terjadi di dunia maupun di akhirat kecuali dengan kehendak, pengetahuan, Qadla' (penciptaan) dan Qadar (ketentuan)-Nya”. Tentang perbuatan hamba, beliau berkata: “Dan segala perbuatan manusia terjadi dengan kehendak, pengetahuan, Qadla' (penciptaan) dan Qadar (ketentuan)-Nya”.
Inilah aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Sedangkan Hizbut Tahrir menyalahi aqidah ini.
Mereka menjadikan Allah tunduk dan terkalahkan dengan terjadinya sesuatu di luar kehendak-Nya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh pimpinan mereka; Taqiyyuddin an-Nabhani dalam bukunya berjudul asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz I, bagian pertama, hlm. 71-72, sebagai berikut: : "Segala perbuatan manusia tidak terkait dengan Qadla Allah, karena perbuatan tersebut ia lakukan atas inisiatif manusia itu sendiri dan dari ikhtiarnya. Maka semua perbuatan yang mengandung unsur kesengajaan dan kehendak manusia tidak masuk dalam Qadla' ".
Dalam buku asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, edisi arab, Juz I, Bag. Pertama, hlm. 74, ia berkata :
"Jadi menggantungkan adanya pahala sebagai balasan bagi kebaikan dan siksa sebagai balasan dari kesesatan, menunjukkan bahwa petunjuk dan kesesatan adalah murni perbuatan manusia itu sendiri, bukan berasal dari Allah".
Pernyataan serupa juga ia ungkapkan dalam kitabnya berjudul Nizham al-Islam, hlm. 22.
Imam Abu Hanifah (W. 150 H) berkata dalam al-Fiqh al-Akbar sebagai berikut: :
"Qadla dan Qadar serta masyi’ah adalah sifat Allah pada azal, tanpa disifati dengan al Kayf (sifat-sifat makhluk-Nya)”.
Dalam pernyataan-pernyataan ini jelas terdapat bantahan terhadap Taqiyyuddin an-Nabhani, pemimpin Hizbut Tahrir yang mengatakan dalam bukunya asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1 hal. 64 :
"Sesungguhnya penggunaan dua kata qadla dan qadar secara bersamaan tidak pernah dilakukan oleh seorangpun, tidak dalam al-Qur'an, Hadits, perkataan para ulama, dalam bahasa Arab atau dalam perkataan para fuqaha' kecuali setelah berakhir abad pertama, yakni setelah diterjemahkan filsafat Yunani dan munculnya para mutakallim (Ahli Kalam)".
Ini adalah bukti penyimpangan Hizbut Tahrir dari keyakinan Ahlus Sunnah Waljama'ah. Sementara Hizbut Tahrir mencela dan mengkritik Ahlussunnah WalJama'ah.
Tokoh mereka Taqiyyuddin an-Nabhani berkata dalam bukunya asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz 1 hal. 53 setelah menyatakan bahwa Ahlussunnah Wal Jama'ah berkata:
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan hamba seluruhnya adalah atas kehendak Allah dan masyi'ah-Nya",lalu ia
(Taqiyyuddin an-Nabhani) berkata: "Sebenarnya pendapat Ahlussunnah Wal Jama'ah dan pendapat Jabriyyah adalah sama, maka mereka (Ahlussunnah) sebenarnya adalah Jabriyyun (pengikut paham Jabriyyah)". Kemudian ia berkata pada hal. 58: "Dan yang kedua: ijbar, ini adalah pendapat Jabriyyah dan Ahlussunnah Wal Jama'ah, mereka hanya berbeda dalam ungkapan dan dalam menggunakan (bermain) kata-kata".
Ini adalah penghinaan Hizbut Tahrir terhadap Ahlussunnah Wal Jama'ah dan menuduh mereka hanya merekayasa (bermain) kata-kata, serta menyamakan mereka dengan Jabriyyah. Jabriyyah adalah golongan sesat yang mengingkari bahwa seorang hamba mempunyai masyi’ah (kehendak) di bawah masyi’ah (kehendak) Allah.
Dari sini jelas bahwa Hizbut Tahrir bukanlah Ahlussunnah Wal Jama'ah, maka hendaklah kaum muslimin mewaspadai mereka.
Hizbut Tahrir Mengingkari Kemaksuman Para Nabi.
Ahlussunnah Wal Jama'ah menyepakati bahwa para nabi pasti memiliki sifat jujur, amanah dan kecerdasan yang tinggi. Dari sini diketahui bahwa Allah ta'ala tidak akan memilih seseorang untuk predikat ini kecuali orang yang tidak pernah jatuh dalam perbuatan hina (Radzalah), khianat, kebodohan, kebohongan dan kebebalan. Karena itu orang yang pernah terjatuh dalam hal-hal yang tercela tersebut tidak layak untuk menjadi nabi meskipun tidak lagi mengulanginya. Para nabi juga terpelihara dari kekufuran, dosa-dosa besar juga dosa-dosa kecil yang mengandung unsur kehinaan, baik sebelum mereka menjadi nabi maupun sesudahnya. Adapun dosa-dosa kecil yang tidak mengandung unsur kehinaan bisa saja seorang nabi terjatuh ke dalamnya. Inilah pendapat kebanyakan para ulama seperti dinyatakan oleh beberapa ulama dan ini yang ditegaskan oleh al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari –semoga Allah merahmatinya–. Sementara Hizbut Tahrir menyalahi kesepakatan ini. Mereka membolehkan seorang pencuri, penggali kubur (pencuri kafan mayit), seorang homo seks atau pelaku kehinaan-kehinaan lainnya yang biasa dilakukan oleh manusia untuk menjadi nabi.
Inilah di antara kesesatan Hizbut Tahrir, seperti yang dikatakan oleh pemimpin mereka, Taqiyyuddin an-Nabhani dalam as-Sakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz I, Bag. Pertama, hlm 120 :
"hanya saja kemaksuman para nabi dan rasul adalah setelah mereka memiliki predikat kenabian dan kerasulan dengan turunnya wahyu kepada mereka. Sedangkan sebelum kenabian dan kerasulan boleh jadi mereka berbuat dosa seperti umumnya manusia. Karena keterpeliharaan dari dosa ('Ishmah) berkaitan dengan kenabian dan kerasulan saja".
Hizbut Tahrir Berkeyakinan Tasybih.
Aqidah Ahlussunnah menyatakan bahwa Allah bukan jism lathif (benda yang tidak dapat disentuh); seperti cahaya, roh dan Allah juga bukan jism katsif (benda yang dapat disentuh) seperti manusia. Demikian pula Allah tidak boleh disifati dengan sifat-sifat jism (benda) seperti bergerak, diam, duduk, bersemayam, bertempat pada suatu tempat dan arah dan sebagainya. Yang benar Allah ta’ala ada tanpa tempat dan tanpa arah.
Allah berfirman :
“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi), dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (Q.S. as-Syura: 11)
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda :
“Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al-Bukhari, al-Bayhaqi dan Ibn al-Jarud)
Imam Ali –semoga Allah meridlainya- berkata :
“Sesunggguhnya Allah menciptakan ‘Arsy untuk menampakkan kekuasaan-Nya dan bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya” (diriwayatkan oleh Imam Abu Manshur al-Baghdadi dalam kitab al-Farq bayna al-Firaq, hal. 333)
Imam al Habib Abdullah bin 'Alawi al Haddad –semoga Allah meridlainya-, menuturkan dalam penutup kitabnya an-Nasha-ih ad-Diniyyah Wa al-Washaya al-Imaniyyah, dalam menjelaskan aqidah mayoritas kaum muslimin, aqidah kelompok yang selamat, yaitu Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai berikut: :
“Sesungguhnya Dia (Allah) ta’ala maha suci dari zaman dan tempat, dan maha suci dari menyerupai akwan (sifat berkumpul, berpisah, bergerak, dan diam) dan tidak diliputi oleh satu arah penjuru maupun semua arah penjuru ”.
Ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah menjawab tentang ayat Istiwa', "Istawa 'ala al ‘Arsy", bahwa kata Istawa mempunyai lima belas arti, tidak boleh menafsirkan ayat ini dengan bersemayam, duduk atau berada di atas 'Arsy dengan jarak, melainkan makna istawa tersebut adalah " قهر ": menundukkan dan menguasai. Ini adalah sifat yang layak bagi Allah sebab al-Qahr adalah sifat kesempurnaan bagi Allah ta’ala. Allah menamakan Dzat-Nya al-Qahir dan al-Qahhar dan umat Islam menamakan anak-anak mereka dengan nama 'Abd al-Qahir dan 'Abd al-Qahhar. Tidak seorangpun di antara kaum muslimin menamakan anaknya dengan nama 'Abd al-Jalis (al Jalis nama bagi sesuatu yang duduk). Kalangan yang mentakwil Istawa dengan Qahara adalah para ulama dari empat Madzhab seperti Imam al-Ghazali dan lainnya dari madzhab Syafi’i, Abu 'Amr ibn al-Hajib dan lainnya dari mazhab Maliki, al-Hafizh Ibn al-Jawzi dan lainnya dari orang-orang utama Madzhab Hanbali, Imam Abu Manshur al-Maturidi dan lainnya dari Madzhab Hanafi.
Para Ulama dari kalangan empat Madzhab mengatakan dalam buku-buku mereka bahwa barang siapa mengatakan bahwa Allah bersemayam atau duduk di ‘Arsy, maka ia musyabbih, mujassim dan kafir. Di antaranya ahli Fiqh madzhab Syafi'i Syekh Taqiyyuddin al-Hushni dalam karyanya Kifayah al-Akhyar menuturkan bahwa mujassimah (golongan yang mengatakan bahwa Allah bentuk) adalah kafir. Bahkan beliau juga menuturkan dalam karyanya yang lain Daf’u Syubah man Syabbaha wa Tamarrada, bahwa orang yang mensifati Allah dengan bersemayam di atas ‘Arsy adalah musyabbih dan kafir. Al-Hafizh al-'Iraqi, Mulla Ali al-Qari, al-Qarafi, Ibnu Hajar al-Haytami dan lainnya menukil dari para pendiri madzhab empat; imam Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad bahwa mereka mengkafirkan orang yang mengatakan bahwa Allah adalah jism (benda) atau bahwa Allah berada di suatu arah. Al-Hafizh as-Suyuthi juga meriwayatkan dalam kitabnya al-Asybah Wa an-Nazha-ir, hal. 488 bahwa Imam Syafi'i mengatakan orang Mujassim adalah kafir. Ibn al-Mu'allim al-Qurasyi juga meriwayatkan dalam kitabnya Najm al-Muhtadi Wa Rajm al-Mu'tadi, hal. 551 bahwa imam asy-Syafi'i mengatakan:
"Barang siapa meyakini bahwa Allah duduk di atas 'arsy maka dia telah kafir". Dan ini adalah Ijma’ para ulama seperti dinukil oleh al-Imam as-Salafi Abu Ja'far ath-Thahawi (227-321 H) dalam al 'Aqidah ath-Thahawiyyah (Penjelasan aqidah Ahlussunnah), beliau mengatakan :
“Barang siapa yang mensifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia telah kafir".
Sedangkan Hizbut Tahrir telah mendustakan al-Qur’an dan Sunnah serta Ijma’ umat Islam. Mereka telah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Salah seorang tokoh mereka dalam bukunya yang berjudul “Islam bangkitlah” hlm. 95, mengatakan :
“Sesungguhnya Allah bersemayam di atas ‘Arsy ".
Na'uzubillah dari kekufuran semacam ini. Lihatlah wahai muslim terhadap tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya) ini. Katakanlah kepada mereka: "Allah ada sebelum ‘arsy, dan setelah menciptakan ‘Arsy Allah tetap ada seperti semula tanpa 'Arsy dan tidak berubah. Allah tidak butuh kepada ‘Arsy dan lainnya dari makhluk-Nya". Dan kita katakan: Seandainya tidak dijumpai pada Hizbut Tahrir selain kesesatan ini niscaya sudah cukup sebagai bukti bahwa mereka adalah sesat. Bagaimana mereka mengaku ingin mendirikan negara Islam?!!. Penulis buku yang berjudul “Islam bangkitlah” tersebut adalah salah seorang yang mempunyai andil besar dalam menyebarkan pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir di Indonesia secara khusus. Padahal pada umumnya ummat Islam Indonesia adalah Ahlussunnah. Ini adalah bukti bahwa ia datang untuk merubah akidah penduduk Indonesia. Ia telah membagi-bagikan buletin dan selebaran yang penuh dengan kesesatan dan dusta. Di sebagian buletinnya ia mengkritik keyakinan Ahlussunnah Wal Jama’ah yang menyatakan bahwa perbuatan maksiat adalah termasuk bagian dari ketentuan Allah dan qadla-Nya.
Hendaklah diketahui bahwa hal ini merupakan ijma’ Ahlussunnah Wal Jama’ah, dan ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala :
"Sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan segala sesuatu menurut ketentuan-Ku" (Q.S. al Qamar : 49)
Dalam ayat lain Allah berfirman :
"Dari keburukan yang Allah ciptakan " (Q.S. al-Falaq :2)
Hizbut Tahrir Mengingkari Kehujjahan Ijma'.
Ijma’ merupakan hujjah atau dalil dalam Islam. Al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi berkata dalam al-Faqih wa al-Mutafaqqih, Juz I, hal. 154:
“Ijma’ ahli ijtihad dalam setiap masa adalah satu di antara hujjah-hujjah Syara’ dan satu di antara dalil-dalil hukum yang dipastikan benarnya".
Banyak ulama yang telah menukil kehujjahan ijma’ ini, baik dari kalangan ahli fiqh, ahli hadits maupun ahli Ushul Fiqh, bahkan al-Imam asy-Syafi’i berhujjah bahwa Ijma’ kaum muslimin adalah lazim (wajib) diikuti, berdasarkan firman Allah :
“Dan barangsiapa yang menentang Rasulullah setelah jelas baginya kebenaran dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang mukmin, maka kami biarkan ia leluasa dalam kesesatan yang ia kuasai itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam neraka jahannam. Dan jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali” (Q.S. an-Nisa: 115)
Sedangkan Hizbut Tahrir mengatakan: "Ijma’ yang diakui adalah ijma’ sahabat", sebagaimana yang sering mereka sebut dalam buku-buku mereka seperti dalam majalah al Wa’ie edisi 98 th ke IX Muharam 1416 H.
Pernyataan tersebut adalah pengingkaran terhadap terjadinya ijma’ setelah masa sahabat. Hizbut Tahrir dalam hal ini sejalan dengan golongan Zhahiriyyah dan menyalahi Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mungkinkah ijma’ mujtahidin menyalahi ijma’ sahabat?! Mungkinkah ummat Islam setelah para sahabat sepakat atas suatu kesesatan?!. Jelas ini semua tidak mungkin terjadi. Dan ini adalah dalil dan bukti nyata bahwa Hizbut Tahrir menyalahi ijma' kaum muslimin.
Hizbut Tahrir Membenarkan Kudeta Terhadap Khalifah Yang Sah.
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam menekankan dalam beberapa haditsnya tentang pentingnya taat kepada seorang khalifah. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
"Barangsiapa membenci sesuatu dari amirnya hendaklah ia bersabar atasnya, karena tidak seorangpun membangkang terhadap seorang sultan kemudian ia mati dalam keadaan seperti itu kecuali matinya adalah mati Jahiliyyah".(H.R. Muslim)
Beliau juga bersabda:
"(kita diperintahkan juga agar) tidak memberontak terhadap para penguasa kecuali jika kalian telah melihatnya melakukan kekufuran yang sharih (yang tidak mengandung kemungkinan selain kufur)" (H.R. al Bukhari dan Muslim)
Ulama Ahlussunnah juga telah menetapkan bahwa seorang khalifah tidak dapat dilengserkan dengan sebab ia berbuat maksiat, hanya saja ia tidak ditaati dalam kemaksiatan tersebut. Karena fitnah yang akan muncul akibat pelengserannya lebih besar dan berbahaya dari perbuatan maksiat yang dilakukannya.
Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim, Juz XII, hal. 229:
"Ahlussunnah menyepakati bahwa seorang sultan tidak dilengserkan karena perbuatan fasik yang dilakukan olehnya".
Sedangkan Hizbut Tahrir menyalahi ketetapan tersebut, mereka menjadikan seorang khalifah sebagai mainan, bagaikan bola yang ada di tangan para pemain bola. Di antara pernyataan mereka dalam masalah ini, mereka mengatakan bahwa "Majlis asy-Syura memiliki hak untuk melengserkan seorang khalifah dengan suatu sebab atau tanpa sebab". Pernyataan ini disebarluaskan dalam selebaran yang mereka terbitkan dan mereka bagi-bagikan di kota Damaskus sekitar lebih dari 20 tahun yang lalu. Selebaran tersebut ditulis oleh sebagian pengikut Taqiyyuddin an-Nabhani. Mereka juga menyatakan dalam buku mereka yang berjudul Dustur Hizbut Tahrir, hal. 66 dan asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz II bagian III, hal. 107-108 tentang hal-hal atau perkara yang dapat merubah status seorang khalifah sehingga menjadi bukan khalifah dan seketika itu wajib dilengserkan : "Perbuatan fasiq yang jelas (kefasikannya)". An-Nabhani berkata dalam bukunya yang berjudul Nizham al-Islam, hal. 79, sebagai berikut : "Dan jika seorang khalifah menyalahi syara' atau tidak mampu melaksanakan urusan-urusan negara maka wajib dilengserkan seketika".
Begitulah cara Hizbut Tahrir menanamkan benih-benih pemberontakan terhadap pemuda muslim dan mengajarkanterorisme atas nama Islam terhadap generasi muslim.
Hizbut Tahrir Menyesatkan Dan Mengkafirkan Umat Islam Di Luar Hizbut Tahrir
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda :
"Barang siapa mencabut baiatnya untuk mentaati khalifah yang ada, di hari kiamat ia tidak memiliki alasan yang diterima, dan barangsiapa meninggal dalam keadaan demikian maka matinya adalah mati jahiliyyah" (H.R. Muslim)
Maksud hadits ini bahwa orang yang memberontak terhadap khalifah yang sah dan tetap dalam keadaan seperti ini sampai mati, maka matinya adalah mati jahiliyyah (yakni mati seperti matinya para penyembah berhala dari sisi besarnya maksiat tersebut bukan artinya mati dalam keadaan kafir). Dengan dalil riwayat yang lain dalam Shahih Muslim: " فمات عليه "; yakni mati dalam keadaan membangkang terhadap seorang khalifah yang sah. Hizbut Tahrir telah menyelewengkan hadits ini dan mereka telah mencampakkan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim yang sanadnya lebih kuat dari hadits pertama :
"Hiduplah kalian menetap di dalam jama'ah umat Islam dan imam (khalifah) mereka".
Hudzaifah berkata :
"Bagaimana jika mereka tidak memiliki jama'ah dan imam (khalifah)?". Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda : "Maka tinggalkanlah semua kelompok yang ada (yakni jangan ikut berperang di satu pihak melawan pihak yang lain seperti perang yang dulu terjadi antara Maroko dan Mauritania) !".
Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam tidak mengatakan : "Jika demikian halnya, maka kalian mati jahiliyyah". Inilah salah satu kebathilan Hizbut Tahrir, mereka mengatakan: "Sesungguhnya orang yang mati dengan tanpa membaiat seorang khalifah maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah" (lihat buku mereka yang berjudul asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz II bagian III, hal. 13 dan 29).
Mereka juga menyebutkan dalam buku mereka yang berjudul al-Khilafah, hal. 4 sebagai berikut: :
"Maka Nabi shallallahu 'alayhi wasallam mewajibkan atas tiap muslim untuk melakukan baiat dan mensifati orang yang mati tanpa melakukan baiat bahwa ia mati dalam keadaan mati jahiliyyah".
Mereka juga menyebutkan dalam buku mereka yang berjudul al-Khilafah hal. 9 sebagai berikut: :
"Jadi semua kaum muslim berdosa besar karena tidak mendirikan khilafah bagi kaum muslimin dan apabila mereka sepakat atas hal ini maka dosa tersebut berlaku bagi masing-masing individu umat Islam di seluruh penjuru dunia".
Disebutkan juga pada bagian lain dari buku al-Khilafah hal.3 dan buku asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz III, hal. 15 sebagai berikut: :
"Dan tempo yang diberikan bagi kaum muslimin dalam menegakkan khilafah adalah dua malam, maka tidak halal bagi seseorang tidur dalam dua malam tersebut tanpa melakukan baiat".
Mereka juga berkata dalam buku mereka berjudul ad-Daulah al-Islamiyyah, hal. 179 sebagai berikut :
"Dan apabila kaum muslimin tidak memiliki khalifah di masa tiga hari, mereka berdosa semua sehingga mereka menegakkan khalifah".
Mereka juga berkata dalam buku yang lain Mudzakkirah Hizbit Tahrir ila al-Muslimin fi Lubnan, hal. 4 sebagai berikut :
"Dan kaum muslimin di Lebanon seperti halnya di seluruh negara Islam, semuanya berdosa kepada Allah, apabila mereka tidak mengembalikan Islam kepada kehidupan dan mengangkat seorang khalifah yang dapat mengurus urusan mereka“.
Dengan demikian jelaslah kesalahan pernyataan Hizbut Tahrir bahwa "orang yang mati di masa ini dan tidak membaiat seorang khalifah maka matinya mati jahiliyyah". Pernyataan Hizbut Tahrir ini mencakup semua orang yang mati sekarang dan sebelum ini sejak terhentinya khilafah sekitar seratus tahun yang lalu. Ini jelas adalah tudingan yang keji, menganggap bahwa umat sepakat dalam kesesatan dan ini adalah kezhaliman yang sangat besar dan penyelewengan terhadap hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Ibnu Umar tadi.
Jadi menurut pernyataan Hizbut Tahrir tersebut setiap orang yang mati mulai terhentinya khilafah hingga sekarang maka matinya adalah mati jahiliyyah. Artinya mereka telah menjadikan kaum muslimin yang mati sejak waktu tersebut hingga sekarang sebagai mati jahiliyyah seperti matinya para penyembah berhala. Ini jelas kedustaan yang sangat keji. Dan dengan demikian jelaslah kesalahan pernyataan Hizbut Tahrir :
"Tidak ada syari'at kecuali jika ada khilafah"
juga pernyataan sebagian orang Hizbut Tahrir :
"Tidak ada Islam jika tidak ada khilafah"
Makna pernyataan ini adalah pengkafiran terhadap semua ummat Islam pada masa ini karena jelas tidak ada khalifah di masa sekarang.
Sedangkan Ahlussunnah menyatakan kesimpulan hukum berkaitan dengan masalah khilafah bahwa menegakkan khilafah hukumnya wajib. Dan barangsiapa tidak menegakkannya, padahal ia mampu maka ia telah berbuat maksiat kepada Allah. Sementara kaum muslimin dalam kondisi sekarang ini jelas tidak mampu untuk mengangkat seorang khalifah. Sedangkan Allah ta'ala berfirman :
"Allah tidak membebani seseorang kecuali pada batas kemampuannya" (Q.S. al Baqarah : 286)
Anehnya Hizbut Tahrir yang sejak lahirnya sekte ini selalu menyatakan kepada khalayak akan menegakkan khilafah, hingga sekarang ternyata mereka tidak mampu menegakkannya. Mereka tidak mampu melakukan hal itu sebagaimana yang lain juga tidak mampu. Adapun masalah pentingnya keberadaan khilafah adalah hal yang diketahui oleh semua kalangan, dan karya-karya para ulama dalam bidang aqidah dan fiqh penuh dengan penjelasan mengenai hal itu. Tapi yang sangat penting untuk diketahui ialah bahwa khilafah bukanlah termasuk rukun Islam maupun rukun Iman.
Lalu bagaimana Hizbut Tahrir berani mengatakan:
"Tidak ada Islam jika tidak ada khilafah"
ini adalah hal yang tidak benar dan tidak boleh dikatakan.
Pada awal berdirinya Hizbut Tahrir, mereka membuat target 13 tahun terhitung dari sejak tanggal dibentuk untuk menguasai pemerintahan. Lalu mereka memperpanjang hingga 30 tahun. Tetapi semua ini tidak pernah menjadi kenyataan sampai berlalunya dua tempo ini.
Para Ulama Islam menjelaskan dalam banyak kitab tentang definisi Dar al Islam dan Dar al Kufr. Mayoritas Ulama mengatakan bahwa daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh kaum muslimin kemudian keadaannya berubah sehingga orang-orang kafir menguasainya, maka negeri tersebut tetap disebut negeri Islam (Dar al Islam). Adapun menurut Abu Hanifah bahwa daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh kaum muslimin kemudian orang-orang kafir menguasainya, maka negeri itu berubah jadi Dar al Kufr dengan tiga syarat; berlakunya hukum-hukum orang kafir, bertetangga langsung dengan Dar al Harb dan tidak ada lagi seorang muslim atau kafir dzimmi (dengan jaminan keamanan) di daerah tersebut.
Adapun Hizbut Tahrir menyalahi seluruh Ulama, mereka menyebutkan dalam salah satu buku mereka Kitab Hizbut Tahrir, hal. 17 pernyataan sebagai berikut: :
"Daerah-daerah yang kita tempati sekarang ini adalah Dar Kufr sebab hukum-hukum yang berlaku adalah hukum-hukum
kekufuran. Kondisi ini menyerupai kota Mekkah, tempat diutusnya Rasulullah".
Pada bagian yang lain kitab Hizbut Tahrir, hal. 32 sebagai berikut :
"Dan di negeri-negeri kaum muslimin sekarang tidak ada satu negeri atau pemerintahan yang mempraktekkan hukum-hukum Islam dalam hal hukum dan urusanurusan kehidupan, karena itulah semuanya terhitung Dar Kufr meskipun penduduknya adalah kaum muslimin".
Lihatlah wahai pembaca, bagaimana berani mereka menyelewengkan ajaran agama ini dan menjadikan semua negara yang dihuni oleh kaum muslimin sebagai Dar Kufr termasuk Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah kaum muslim terbesar di dunia.
Sebagai tambahan kesesatan dan pengkafiran yang tidak benar adalah pernyataan yang disebutkan oleh Duta Hizbut Tahrir pada muktamar XII Rabithah asy-Syabab al-Muslim al-'Arabi yang diadakan pada tanggal 23-28 Jumadil Ula 1410 H di kota Kansas-USA dalam pernyataannya bahwa memberlakukan hukum selain hukum yang Allah turunkan adalah kekufuran. Kemudian di hal. 4, Ia berkata :
“Sesungguhnya kaum muslimin sekarang hidup di Dar Kufr sebab mereka memberlakukan hukum selain hukum yang Allah turunkan".
Pernyataan ini adalah takfir (pengkafiran) yang nyata terhadap kaum muslimin dan menjadikan negeri-negeri kaum muslimin sebagai Dar Kufr.
Dalam majalah mereka Al-Wa'ie, edisi No. 92 tahun VIII, Rajab 1415, mereka mengatakan :
“Sesungguhnya para kepala negara di negeri-negeri muslim sekarang pada umumnya adalah kafir".
Sedangkan Ahlussunnah mengatakan seperti yang dinyatakan oleh sahabat Abdullah ibn 'Abbas :
Sayyidina Abdullah ibn Abbas -semoga Allah meridlainya- berkata: "Sesungguhnya kufur tersebut (yang disebut dalam ayat) bukanlah kekufuran yang mengeluarkan dari agama adalah kekufuran di bawah kekufuran (dosa besar yang tidak mengeluarkan dari Islam)". (Dishahihkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak dan disetujui oleh adz-Dzahabi).
Meski mereka mengatakan demikian, mereka berdusta dan mengada-ada ketika mengatakan dalam majalah mereka Al-Wa'ie, edisi 45 Jumadil Akhir 1411 H, hal. 17: “Nabi Yusuf diperkenankan baginya untuk memberlakukan hukum selain hukum yang Allah turunkan”. Kemudian mereka juga berkata di hal. 20 :
"Rasulullah mendiamkan dan menyetujui Najasyi (Raja Habasyah) untuk tidak memberlakukan hukum Islam".
Na'udzu billah min dzalik.
Dalam buku yang berjudul “Nida’ Harr ila al-‘Alam al-Islamiy”, hal. 105, mereka berkata :
“Adapun negara-negara yang para kepala negaranya adalah antek-antek kafir adalah seperti Pakistan, Irak, Yordania, Lebanon, Saudi Arabia, Iran, Syiria, Indonesia, Sudan dan lainnya, Maka ummat (Islam) wajib membuka kedok para antek-antek tersebut”.
Hizbut Tahrir memandang bahwa serangan hendaknya diarahkan kepada pemikiran. Serangan ini akan berlanjut pada perang pemikiran dan karenanya terjadilah perubahan pemikiran dan otomatis terjadi kudeta politik. Hal ini mengantarkan kepada perubahan pemerintahan, peraturan dan seluruh perkara yang terkait. (lebih lanjut baca “Adabiyyat al Hizb, Nida’ Harr, al-Khilafah, Mafahim Siyasiyyah li Hizb at-Tahrir”).
Hizbut Tahrir membagikan selebaran/bulletin di Indonesia, salah satunya berjudul : “Program kerja untuk menggerakkan ulama’ dalam rangka memimpin ummat”. Yang ke dua berjudul: “Makna reformasi dan perubahan dalam Islam”. Dalam
selebaran yang lain, mereka menyebarkan pemikiran beracun yang aneh-aneh. Mereka membuat istilah-istilah baru yang menunjukkan penyimpangan, kebodohan dan penyelewengan mereka terhadap istilah-istilah para imam ummat Islam sebab mereka tidak menukil dari para ulama tersebut bahkan mereka menyelewengkan perkataan para imam. Mereka meletakkan ayat-ayat al-Qur'an dan hadits tidak pada tempatnya. Pada sebagian ayat yang turun tentang orang-orang kafir mereka meletakkannya kepada orang-orang yang beriman. Mereka juga memenuhi buletin-buletin tersebut dengan
ajakan untuk menggulingkan pemerintahan, membuat kekacauan, huru-hara dan kericuhan dengan anggapan bahwa Indonesia bukan negara Islam, maka harus ada perubahan total, mengakar dan menyeluruh dengan cara menggulingkan pemerintahan, demikian anggapan mereka.
Dalam buletin yang mereka sebarluaskan di Indonesia dengan judul "Partai Politik Dalam Istilah Islam", mereka mengatakan bahwa kaum muslimin telah berdosa, sebab mereka tidak mengingkari para penguasa mereka. Mereka juga menyatakan bahwa wajib bagi kaum muslimin secara umum untuk mendirikan khilafah dan partai politik dan tidaklah cukup (memadai) adanya kelompok-kelompok sufi, organisasi-organisasi sosial Islam dan penerbit-penerbit atau percetakan Islam. Bahkan mereka menganggap organisasi-organisasi Islam ini telah lalai dari tugas besarnya yaitu mendirikan khilafah rasyidah. Mereka juga menyebutkan bahwa khalifah mesti berasal dari kalangan mereka, orang-orang yang membantu khalifah dan amirul jihad juga demikian.
Dan seorang khalifah harus menerapkan pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir, demikian redaksi pernyataan mereka (padahal di antara pemikiran Hizbut Tahrir adalah seperti mengingkari qadla dan qadar dan lainnya sebagaimana telah disebutkan di atas).
Ini menunjukkan penyelewengan Hizbut Tahrir terhadap agama Islam. Di antara bukti yang menunjukkan bahwa tujuan mereka adalah membuat kegelisahan (tasywisy) bagi kaum muslimin, bahwa banyak di antara tokoh-tokoh mereka yang hidup di kalangan orang-orang kafir di Barat. Ini artinya bahwa sebenarnya Hizbut Tahrir tidaklah bertujuan mendirikan
Daulah Islamiyyah, sebaliknya mereka bertujuan –seperti bunyi perintah orang-orang di belakang mereka- untuk mendirikan daulah yang mengusung ajaran untuk tidak mengimani qadla’ dan qadar, mengajak kepada runtuhnya sendi-sendi moral dan pernyataan-pernyataan lain yang serupa serta jelas-jelas menyalahi agama Islam.
Hizbut Tahrir Membenci Ahlus sunnah WalJama'ah
Allah ta’ala tidak memerintah Nabi-Nya dalam al-Qur’an untuk meminta tambahan sesuatu dari-Nya kecuali tambahan ilmu, Allah berfirman :
“Katakanlah (wahai Muhammad): Ya Allah tambahkanlah kepadaku ilmu”. (Q.S. Thaha: 114)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda :
“Barangsiapa yang Allah menghendaki baginya kebaikan maka Ia akan memudahkan baginya orang yang mengajarinya ilmu agama” (H.R. al Bukhari)
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam juga bersabda :
“Bersuci adalah separuh keimanan” (H.R.Muslim)
Dan banyak sekali perkataan para ulama yang menjelaskan keutamaan ilmu dan keutamaan (fadlilah) mempelajarinya.
Sedangkan Hizbut Tahrir mencela hal tersebut di masa kini. Mereka mencela ilmu 'aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah dan menudingnya sebagai (warisan) filsafat Yunani dan mereka juga mencela orang yang mempelajari Fiqh Islam. Dalam selebaran tanya-jawab yang ditulis oleh Taufiq Mushthafa, Duta Hizbut Tahrir di Muktamar XII, Rabithah asy-Syabab al-Muslim yang diselenggarakan pada 22-27 Desember 1989, Penulis selebaran ini mengatakan :
"Tujuan gerakan-gerakan ini dan seluruh ummat adalah untuk mengatasi problem pertama bagi ummat, yakni memulai kembali kehidupan yang Islami dengan membentuk khilafah. Karenanya gerakan-gerakan ini semuanya harus bekerja keras untuk mengatasi problem ini, masing-masing menurut kadar pemahamannya dan metode yang ia cetuskan, sebab problem ini adalah problem yang paling utama maka tidak boleh menyibukkan diri dengan perkara-perkara tidak penting yang menyebabkan jama’ah berpaling dari tujuan ini; seperti menjadikan fokus kegiatannya adalah menyampaikan nasehat dan ceramah, mengajar dan menulis karya-karya ilmiah yang mengalihkan pergerakan menjadi akademi Ilmiah atau menyebabkan para penyeru da’wah berubah menjadi pengarang, pemberi nasehat atau menjadi hakim, tidak boleh menyibukkan diri dengan semua ini atau semacamnya, sebab hal itu dapat memalingkan jama’ah dari tugasnya yang pokok".
Dalam buku yang ditulis oleh salah seorang tokoh mereka yang berjudul "Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam", hal. 4 ia menyatakan bahwa :
"keharusan menuntut ilmu memerlukan prasyarat lainnya yaitu adanya Negara Khilafah". Dalam bukunya yang lain yang
berjudul “Islam bangkitlah” hal. 129, ia mengajak untuk tidak mempelajari buku-buku (matan) fiqh standar dan syarah-syarahnya seperti Matn at-Taqrib karya Abu Syuja'.
Salah seorang da’i kondang mereka berkata :
Aku menemui Syekh Taqiyyuddin (pemimpin Hizbut Tahrir), maka aku mengusulkan kepadanya agar al-Quran dimasukkan ke dalam kurikulum materi pelajaran di halaqah-halaqah Hizbut Tahrir, lalu Ia berkata:
“Dengarkan hai Amin, janganlah kau rusak kader-kader kita (Hizbut Tahrir), aku tidak menginginkan pemuda-pemuda yang dungu''. (Lihat buku ad-Dakwah al-Islamiyyah, h. 102).
Di antara penyimpangan-penyimpangan mereka adalah apa yang mereka katakan dalam penjelasan mereka tertanggal 19 Ramadlan 1372 H, hal. 10 sebagai berikut: :
“Jadi manusia tidak tersusun dari Jism dan Roh, melainkan manusia itu hanya unsur materi saja".
Pada halaman 11, Ia berkata:
“Dengan demikian tidak ada yang disebut "roh" sebagai bandingan jism pada manusia".
Sedangkan Ahlussunnah mengimani adanya roh pada manusia tetapi tidak ada yang mengetahui hakekat roh kecuali Allah.
Hizbut Tahrir Mengingkari Siksa Kubur.
Di antara penyimpangan mereka adalah apa yang sering terdengar dari banyak anggota Hizbut Tahrir, yaitu pengingkaran mereka terhadap adanya siksa kubur, tawassul dengan para Nabi dan Shalihin, peringatan maulid Nabi. Kesesatan-kesesatan semacam ini mereka gunakan untuk meracuni pikiran para remaja dan para generasi muda serta kesesatan-kesesatan yang lain seperti pencelaan terhadap orang yang bertaqlid kepada salah satu madzhab para imam seperti asy-Syafi’i.
Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda dalam sebuah hadits yang mutawatir:
“Seringkali terjadi orang menyampaikan hadits kepada orang yang lebih memahaminya darinya" (H.R. at-Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
Hadits ini menjelaskan bahwa manusia terbagi ke dalam dua tingkatan : Pertama: orang yang tidak mampu beristinbath (menggali hukum dari teks-teks al-Qur'an dan hadits) dan berijtihad. Kedua: mereka yang mampu berijtihad. Karenanya kita melihat ummat Islam, ada di antara mereka yang mujtahid (ahli ijtihad) seperti Imam asy-Syafi'i dan yang lain mengikuti (taqlid) salah seorang imam mujtahid.
Sedangkan Hizbut Tahrir, mereka menyalahi hadits ini dan membuka pintu fatwa dengan tanpa ilmu dan tidak mengetahui syarat-syarat ijtihad. Pernyataan-pernyataan Hizbut Tahrir semacam ini banyak terdapat dalam buku-buku mereka. Mereka mengklaim bahwa seseorang apabila sudah mampu beristinbath maka ia sudah menjadi Mujtahid, karena itulah ijtihad atau istinbath mungkin saja dilakukan oleh semua orang dan mudah diusahakan dan dicapai oleh siapa saja, apalagi
pada masa kini telah tersedia di hadapan semua orang banyak buku tentang bahasa Arab dan buku-buku tentang syari'at Islam. Yang disebutkan ini adalah redaksi pernyataan mereka (lihat kitab at-Tafkir, hal. 149).
Pernyataan ini membuka pintu untuk berfatwa tanpa didasari oleh ilmu dan ajakan membuat kekacauan dalam urusan agama. Padahal yang disebut mujtahid adalah orang yang memenuhi syarat-syarat ijtihad dan diakui oleh para ulama lain bahwa ia telah memenuhi syarat-syarat tersebut. Sementara pimpinan Hizbut Tahrir, Taqiyyuddin an-Nabhani tidak pernah diakui oleh seorangpun di antara para ulama yang memiliki kredibilitas bahwa ia telah memenuhi syarat-syarat ijtihad tersebut atau bahkan hanya mendekati saja sekalipun. Jika demikian, mana mungkin Taqiyyuddin menjadi seorang mujtahid?!. Seseorang baru disebut mujtahid jika ia memiliki perbendaharaan yang cukup tentang ayat-ayat dan hadits-hadits ahkam; yang berkaitan dengan hukum, mengetahui teks yang 'Amm dan Khashsh, Muthlaq dan Muqayyad, Mujmal dan Mubayyan, Nasikh dan Mansukh, mengetahui bahwa suatu hadits termasuk yang Mutawatir atau Ahad, Mursal atau Muttashil, 'Adalah para perawi hadits atau jarh, mengetahui pendapat-pendapat para ulama mujtahid dari kalangan sahabat dan generasi-generasi setelahnya sehingga mengetahui ijma' dan yang bukan ijma', mengetahui qiyas yang Jaliyy, Khafiyy, Shahih dan Fasid, mengetahui bahasa Arab yang merupakan bahasa al Qur'an dengan baik, mengetahui prinsip-prinsip aqidah. Juga disyaratkan seseorang untuk dikategorikan sebagai mujtahid bahwa dia adalah seorang yang adil, cerdas dan hafal terhadap ayat-ayat dan haditshadits tentang hukum.
Hizbut Tahrir Menghalalkan Yang Haram
Islam menganjurkan 'iffah (bersih dari segala perbuatan hina dan maksiat) dan kesucian diri, akhlak yang mulia, mengharamkan jabatan tangan antara laki-laki dengan perempuan ajnabi (yang bukan isteri atau mahram) dan menyentuhnya. Nabi shallallahu ’alayhi wasallam bersabda :
"Zina tangan adalah menyentuh" (H.R al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Sementara Hizbut Tahrir mengajak kepada perbuatan-perbuatan hina, mendustakan Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam dan menghalalkan yang haram. Di antaranya perkataan mereka tentang kebolehan laki-laki mencium perempuan yang ajnabi ketika saat perpisahan atau datang dari suatu perjalanan. Demikian juga menyentuh, berjalan untuk berbuat maksiat dan semacamnya. Mereka menyebutkan hal itu dalam selebaran mereka dalam bentuk soal jawab, 24 Rabiul Awwal 1390 H, sebagai berikut: :
S: Bagaimana hukum ciuman dengan syahwat beserta dalilnya?
J: Dapat dipahami dari kumpulan jawaban yang lalu bahwa ciuman dengan syahwat adalah perkara yang mubah dan tidak haram, karena itu kita berterus terang kepada masyarakat bahwa mencium dilihat dari segi ciuman saja bukanlah perkara yang haram, karena ciuman tersebut mubah sebab ia masuk dalam keumuman dalil-dalil yang membolehkan perbuatan manusia yang biasa, maka perbuatan berjalan, menyentuh, mencium dengan menghisap, menggerakkan hidung, mencium, mengecup dua bibir dan yang semacamnya tergolong dalam perbuatan yang masuk dalam keumuman
dalil, makanya status hukum gambar (seperti gambar wanita telanjang) yang biasa tidaklah haram tetapi tergolong hal yang mubah tetapi negara kadang melarang beredarnya gambar seperti itu. Ciuman laki-laki kepada perempuan di jalanan baik dengan syahwat maupun tidak, negara bisa saja melarangnya di dalam pergaulan umum. Karena negara bisa saja melarang dalam pergaulan dan kehidupan umum beberapa hal yang sebenarnya mubah, di antara para lelaki ada yang menyentuh baju perempuan dengan syahwat, sebagian ada yang melihat sandal perempuan dengan syahwat atau mendengar suara perempuan dari radio dengan syahwat lalu nafsunya bergojolak sehingga dzakarnya bergerak dengan sebab mendengar suaranya secara langsung atau dari nyanyian atau dari suara–suara iklan atau dengan sampainya surat darinya, maka perbuatan-perbuatan ini seluruhnya disertai dengan syahwat dan semuanya berkaitan dengan perempuan. Kesemuanya itu boleh, kerena masuk dalam keumuman dalil yang membolehkannya".
Demikian ajaran yang diikuti oleh Hizbut Tahrir, Na'udzu billah min dzalik.
Mereka juga menyebutkan dalam selebaran yang lain (Tanya Jawab tertanggal 8 Muharram 1390 H) sebagai berikut: :
Barangsiapa mencium orang yang tiba dari perjalanan, laki-laki atau perempuan atau berjabatan tangan dengan laki-laki atau perempuan dan dia melakukan itu bukan untuk berzina atau Liwath maka ciuman tersebut tidaklah haram, karenanya baik ciuman maupun jabatan tangan tersebut (hukumnya) boleh".
Mereka juga mengatakan boleh bagi laki-laki menjabat tangan perempuan ajnabi dengan dalih bahwa Rasulullah –kata mereka- berjabatan tangan dengan perempuan dengan dalil hadits Ummi 'Athiyyah ketika melakukan bai’at yang diriwayatkan al-Bukhari, ia berkata:
"Salah seorang di antara kita (perempuan-perempuan) menggenggam tangannya".
Mereka mengatakan: Ini berarti bahwa yang lain tidak menggenggam tangannya.
Sementara Ahlussunnah menyatakan bahwa dalam hadits ini tidak ada penyebutan bahwa perempuan yang lain menjabat
tangan Nabi shallallahu 'alayhi wasallam. Jadi yang dikatakan oleh Hizbut Tahrir adalah salah paham dan kebohongan terhadap Rasulullah. Hadits ini bukanlah nash yang menjelaskan tentang hukum bersentuhnya kulit dengan kulit, sebaliknya hadits ini menegaskan bahwa para wanita saat membaiat mereka memberi isyarat tanpa ada sentuh-menyentuh sebagaimana diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dalam Shahih-nya pada bab yang sama dengan hadits Ummi 'Athiyyah. Hadits ini bersumber dari 'Aisyah –semoga Allah meridlainya- ia mengatakan :
"Nabi membaiat para wanita dengan berbicara".(H.R. al Bukhari)
'Aisyah juga mengatakan :
"Tidak, demi Allah, tidak pernah sekalipun tangan Nabi menyentuh tangan seorang perempuan ketika baiat, beliau tidak membaiat para wanita kecuali hanya dengan mengatakan : aku telah menerima baiat kalian atas hal-hal tersebut" (H.R. al-Bukhari).
Lalu mereka berkata: Cara melakukan bai’at adalah dengan berjabatan tangan atau melalui tulisan. Tidak ada bedanya antara kaum laki-laki dengan perempuan; Karena kaum wanita boleh berjabat tangan dengan khalifah ketika baiat sebagaimana orang laki-laki berjabatan tangan dengannya. (baca: buku al-Khilafah, hal. 22-23 dan buku mereka yang berjudul asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, Juz II, bagian 3, hal. 22-23 dan Juz III, hal. 107-108).
Mereka berkata dalam selebaran lain (tertanggal 21 Jumadil Ula 1400 H – 7 April 1980) dengan judul :
"Hukum Islam tentang jabatan tangan antara laki-laki dengan perempuan yang ajnabi", setelah berbicara panjang lebar dikatakan sebagai berikut: : Apabila kita memperdalam penelitian tentang hadits-hadits yang dipahami oleh sebagian ahli fiqh sebagai hadits yang mengharamkan berjabatan tangan, maka akan kita temukan bahwa hadits-hadits tersebut tidak mengandung unsur pengharaman atau pelarangan. Kemudian mereka mengakhiri tulisan dalam selebaran
tersebut dengan mengatakan : Yang telah dikemukakan tentang kebolehan berjabat tangan (dengan lawan jenis) adalah sama halnya dengan mencium.
Pimpinan mereka juga berkata dalam buku yang berjudul an-Nizham al-Ijtima'i fi al-Islam, hal. 57 sebagai berikut: :
"Sedangkan mengenai berjabat tangan, maka dibolehkan bagi laki-laki berjabatan tangan dengan perempuan dan perempuan berjabatan tangan dengan laki-laki dengan tanpa penghalang di antara keduanya.
Dan ini menyalahi kesepakatan para ahli fiqh. Ibnu Hibban meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda :
"Aku tidak akan pernah menjabat tangan para wanita" (H.R. Ibnu Hibban)
Ibnu Manzhur dalam Lisan al-'Arab mengatakan :
"Baaya'ahu 'alayhi mubaya'ah (membaiatnya): artinya berjanji kepadanya. Dalam hadits dinyatakan :
"tidakkah kalian berjanji kepadaku untuk berpegang teguh dengan Islam. Jadi baiat adalah perjanjian".
Jadi tidaklah disyaratkan untuk disebut baiat secara bahasa maupun istilah syara' bahwa pasti bersentuhan antara kulit dengan kulit, tetap disebut baiat meskipun tanpa ada persentuhan antara kulit dengan kulit.
Sedangkan ketika para sahabat membaiat Nabi shallallahu 'alayhi wasallam pada Bai'at ar-Ridlwan dengan berjabat tangan hanyalah bertujuan untuk ta'kid (menguatkan). Baiat kadang juga dilakukan dengan tulisan.
Di antara dalil Ahlussunnah tentang keharaman menyentuh perempuan ajnabiyyah tanpa ha-il (penghalang) adalah hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam :
“Bila (kepala) salah seorang dari kalian ditusuk dengan potongan besi maka hal itu benar-benar lebih baik baginya (artinya lebih ringan) daripada (disiksa karena maksiat) memegang perempuan yang tidak halal baginya". (H.R. ath-Thabarani dalam al-Mu'jam al-Kabir dari hadits Ma'qil bin Yasar dan hadits ini hasan menurut Ibnu Hajar, Nuruddin al-Haytsami, al-Mundziri dan lainnya)
Pengertian al-Mass dalam hadits ini adalah menyentuh dengan tangan dan semacamnya sebagaimana dipahami oleh perawi hadits ini, Ma'qil bin Yasar seperti dinukil oleh Ibnu Abi Syaibah dari Ma'qil bin Yasar dalam kitab al-Mushannaf.
Sedangkan Hizbut Tahrir menganggap hadits ath-Thabarani tersebut yang mengharamkan berjabatan tangan dengan perempuan ajnabiyyah termasuk khabar Ahad dan tidak bisa dipakai untuk menentukan suatu hukum.
Ini adalah bukti kebodohan mereka. Bantahan terhadap mereka adalah pernyataan para ulama ushul fiqh yang menegaskan bahwa hadits ahad adalah hujjah dalam segala masalah keagamaan seperti dinyatakan oleh al-Imam al-ushuli al-mutabahhir Abu-Ishaq asy-Syirazi. Beliau menyatakan dalam bukunya at-Tabshirah :
“(Masalah) Wajib beramal dengan khabar ahad dalam pandangan syara’ “. Bahkan an-Nawawi dalam Syarh Shahih
Muslim menukil kehujjahan khabar ahad ini dari mayoritas kaum muslimin dari kalangan sahabat, tabi’in dan generasi-generasi setelah mereka dari kalangan ahli hadits, ahli fiqh dan ahli ushul fiqh. Kemudian ia membantah golongan Qadariyyah Mu’tazilah yang tidak mewajibkan beramal dengan khabar Ahad. Lalu an-Nawawi mengatakan: “Dan Syara’ telah mewajibkan beramal dengan khabar Ahad”.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa Hizbut Tahrir sejalan dengan Mu’tazilah dan menyalahi Ahlussunnah. Yang mengherankan, Hizbut Tahrir yang telah berpendapat demikian ini, dalam karangan-karangan mereka, mereka berdalil dengan hadits-hadits Ahad yang sebagiannya adalah dla’if. Mereka juga mengutip cerita-cerita dan atsar dari buku-buku yang tidak bisa dijadikan rujukan dalam bidang hadits dan tafsir. Bahkan mereka telah berdusta atas Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam.
Dalam majalah mereka Al-Wa’ie, edisi 98, Tahun IX Muharram 1416 H mereka mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda :
“Orang yang diam dan tidak menjelaskan kebenaran adalah setan yang bisu”.
Pernyataan di atas adalah perkataan Abu ‘Ali ad-Daqqaq, seorang sufi besar seperti diriwayatkan oleh al-Imam al-Qusyairi dalam ar-Risalah dan bukan perkataan Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam.
Dari sini diketahui bahwa Hizbut Tahrir tidak mengetahui aqidah dengan baik. Juga tidak mengetahui ilmu Fiqh, Bahasa, Hadits, dan Tafsir, tidak ada seorangpun di antara mereka yang ahli dalam disiplin-disiplin ilmu keislaman tersebut, lalu bagaimana layak mereka ini untuk mendirikan khilafah. Ini juga merupakan bukti akan kebodohan mereka bahkan dalam menukil hadits sekalipun. Maka hendaklah kaum muslimin berhati-hati dan tidak tertipu oleh karangan-karangan mereka.
Hanya orang-orang bodoh yang tertipu dengan kebodohan mereka, akhirnya hanya kepada Allah kita berserah diri, semoga Allah senantiasa menjaga kita dan keluarga kita dan juga seluruh pemuda-pemudi generasi penerus Islam, agar tidak tertipu dengan tipu daya mereka, dan agar tidak lagi lahir teroris-teroris berkedok Islam, yang haus darah ummat Islam dan berharap mati Syahid dalam perang sesama Islam, wallahul musta'an.