Selasa, 23 Oktober 2012

Gerakan Islam Non-Parlemen Perlu Diwaspadai



Gerakan Islam Non-Parlemen Perlu Diwaspadai

Jepara, NU Online
Gerakan Islam non parlemen perlu diwaspadai. Dalam lingkup parlemen, gerakan Islam yang tergabung dalam partai politik masih mempunyai semangat keindonesiaan. Sementara perkembangan gerakan non-parlemen pada titik tertentu mengkampanyekan anti-demokrasi.

Demikian disampaikan aktivis The Wahid Institut, Rumadi, dalam Seminar Kebangsaan “Menyoal Gerakan Islam Transnasional; Membumikan Laju dan Eksistensi Islam Kultural” yang diselenggarakan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam NU) Jepara, di Gedung NU setempat, Jum’at (15/6).

Dalam lingkup Parlemen, Islam menjadi asas partai politik (parpol). Misalnya dalam tubuh PPP dan PKS. “Saya tidak terlalu mengkhawatirkan ideologi Islam sebagai parpol,” katanya. 

Apalagi ditegaskannya, partai Islam dalam sejarah perpolitikan di Indonesia tidak pernah menang dalam Pemilu. Sejak Pemilu 1955-2009 suara Partai Islam mengalami pasang surut suara. Paling banyak di tahun 1955 dengan 45%, tahun 1982 antara 12-15%, tahun 1999 sekitar 35% dan 2009 kurang lebih 30%. Berbeda di negara muslim seperti Mesir, partai Islam gabungan Ikhwanul Muslimin dan Nurus Salafi memenangi pemilu dengan 70%. 

Yang perlu diwaspadai, tambahnya gerakan islam yang masuk non-parlemen., seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan Khilafah Islamiyahnya, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan masih banyak lagi yang mendominasi perbincangan publik. 

Munculnya kelompok-kelompok tersebut bersamaan dengan intoleransi di Indonesia. Pernah di tahun 2009 jelas Rumadi, HTI dan kawan-kawan yang sejalan mengeluarkan argumen yang intinya tidak perlu ikut pemilu. “Dikatakan, demokrasi itu kafir dan sebagainya,” tambahnya. 

Hadir dalam seminar itu Dr H Mashudi MAg dosen INISNU Jepara yang memaparkan makalah Gerakan Islam Transnasional vs Gerakan Islam Kultural. 



Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Syaiful Mustaqim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar