Senin, 24 Oktober 2011

Sebenarnya Kita Tidak Perlu Berdo’a

Sebenarnya Kita Tidak Perlu Berdo’a








Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh…
Sudah pernah mendengar kisah Nabi Ibrahim as. dibakar oleh kaumnya karena beliau telah menghancurkan sesembahan-sesembahan mereka?
Ketika beliau berada dalam kobaran api, para malaikat tidak tega mengetahui kekasih Allah diperlakukan dengan sadis oleh kaumnya. Sehingga, para malaikat itu pun menawarkan bantuan kepada beliau. Tetapi sungguh mengherankan. Di tengah situasi genting seperti itu, Nabi Ibrahim as. justru menolak tawaran tersebut. Alasannya, karena beliau yakin kalau Allah sudah mengetahui kondisi beliau saat itu, dan Allah juga lebih tahu apa yang terbaik bagi beliau ketika itu. Sehingga beliau merasa tidak perlu untuk berdoa meminta pertolongan pada Allah. Kalau pada Allah saja Nabi Ibrahim enggan meminta pertolongan, apalagi meminta bantuan pada malaikat yang cuma berstatus makhluk lemah yang tidak mampu berbuat apapun jika Allah tidak berkehendak, tentu beliau lebih enggan lagi.
Dalam konteks Ilmu Tasawuf, kisah Nabi Ibrahim ini biasa digunakan sebagai contoh orang yang ber-Maqom Tawakkal. Memang hamba yang sudah bertawakkal penuh kepada Allah, dia sudah menganggap tidak lagi perlu untuk memanjatkan doa kepada Tuhan yang Maha Penolong. Karena jika dia berdoa, berarti dia menganggap kalau Allah bodoh, tidak tahu apa yang harus Ia perbuat terhadapnya.

Lalu kenapa junjungan kita Nabi Muhammad saw. masih saja berdoa kepada Allah? Apakah Nabi kita saw. belum mencapai Maqom Tawakkal?
Salah besar kalau kita menganggap bahwa Nabi kita Muhammad saw. bukanlah orang yang ber-tawakkal. Justru Nabi Muhammad saw. adalah satu-satunya manusia yang tingkat ke-tawakkal-annya sudah mencapai taraf sempurna. Beliau saw. adalah sebaik-baik orang yang tawakkal.
Lalu kenapa Nabi Muhammad masih saja berdoa? Bukankah orang yang tawakkal adalah orang yang merasa kalau doa itu tidak diperlukan?
Nabi Muhammad memanglah mutawakkilun. Tapi ke-tawakkal-an beliau tidak beliau tampakkan. Secara dhohir memang beliau berdoa, tetapi sebenarnya hati beliau tawakkal penuh pada ilmu dan tadbir Allah yang sempurna. Beliau berdoa itu semata-mata melaksanakan perintah Allah untuk berdoa. Karena hakikat doa itu sendiri adalah untuk menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah, yang senantiasa membutuhkan pertolongan Allah, yang tidak punya daya dan upaya kecuali jika diberi pertolongan oleh Allah.
Dari dua pendirian kontras yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as. dan Nabi Muhammad saw., bisa diambil kesimpulan kalau derajat tawakkal Nabi Muhammad saw. lebih unggul dibanding derajat tawakkal yang dicapai oleh Nabi Ibrahim. Apa sebab? Sebabnya yaitu karena Nabi Muhammad mampu menutupi agungnya ke-ma’rifat-an beliau dengan tidak menampakkan ke-tawakkal-annya secara lahir. Sementara di lain pihak, Nabi Ibrahim belum mampu menutupi maqom tawakkal-nya, sehingga masih berwujud dalam tingkah laku lahir.
Sehingga patutlah kalau Nabi Muhammad saw. mendapat predikat ” al-faqir (yang senantiasa butuh pada Allah)”, oleh karena sikap penghambaan beliau yang sungguh agung dan sempurna. Beliau selalu menunjukkan kelemahan beliau di hadapan Allah swt. Hal ini bersesuaian dengan yang di- dhawuh -kan oleh (KH. Abdul Jalil Mustaqim Mursyid Tarekat Syadziliyah-TulungAgung)

(kurang lebih seperti ini):
“Wong thoriqot iku lek nang omah wae, tapi lek nang njobo dadio koyo wong biasa! (Orang ber-thoriqot itu kalau di dalam rumah saja, tetapi kalau di luar rumah bersikaplah seperti orang biasa saja!)”
Mungkin yang dimaksud dari dhawuh beliau di atas adalah: Sebisa mungkin kita harus menutupi ketinggian derajat batin kita agar tidak sampai tampak dalam wujud lahir, yang mungkin akan menimbulkan pujian dan pujaan dari masyarakat, sehingga lama-kelamaan dalam hati kita tumbuh sifat sombong dan bangga diri karena puja-pujian tersebut.
Pokoknya Nabi kita yang satu ini top…
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Archive

Blog Archive